Rabu, 08 April 2020

YADNYA SESA




YADNYA SESA
(Makna Yadnya Sesa pada  Kehidupan Umat Hindu Bali)

Oleh: I Wayan Putu Januartawa, S.Pd.
 
Om Swastyastu
Om Awighnam astu Namasiwa Budhaya.

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Yadnya atau upacara merupakan bagian ketiga dari kerangka agama Hindu. Dari sudut filsafatnya, yadnya ialah cara-cara melakukan hubungan antara Atman dengan Paramatman, antara manusia dengan Sang Hyang Widhi serta semua manifestasinya, Yadnya adalah jalan untuk mencapai kesucian jiwa. Untuk upacara ini dipergunakan upacara ayat suci tentang Yadnya sebagai alat penolong yang nyata untuk memudahkan manusia menghubungkan dirinya dengan Sang Hyang Widhi Wasa dalam bentuk nyata.

Di dalam kitab suci Bhagavad-gita III.10, disebutkan:
            Sahayajnah prajah sristwa
            puro waca prajapatih
            anena prasawisya dhiwam
            esa wo’sstwista kamadhu
Artinya:

            “Sesungguhnya sejak dahulu dikatakan Tuhan telah menciptakan manusia melalui Yadnya dengan (cara) ini engkau akan berkembang, sebagaimana        lembu perahan yang memerah susunya karena  keinginanmu (sendiri).”

Demikian pula dalam kitab suci Manawa Dharma Sastra Bab. III.75, tertulis sebagai berikut:
            Swadhyaye nityayuktah
            syaddaiwe caiweha karmani,
            daiwakarmani yukto hi
            bibhar timdam caracaram
Artinya:
            “Hendaknya setiap orang yang menjadi kepala rumah tangga setiap harinya          menghaturkan mantra-mantra suci Weda dan juga melakukan upacara pada           para Dewa karena ia yang rajin menjalankan yadnya pada hakekatnya         membantu ciptaan Tuhan baik yang bergerak maupun yang tak bergerak.



            Pelaksanaan Yadnya Pelaksanaan yadnya terbagi dua, yakni:
1.   Nitya Karma, disebut juga Nimita Karma yakni pelaksanaan yadnya setiap hari (rutin), termasuk di dalamnya adalah pelaksanaan upacara Yadnya Sesa dan pembacaan Gayatri Mantra.
2.   Naimitika Karma, pelaksanaan yadnya pada waktu-waktu tertentu (berkala), seperti upacara Ngaben, dilaksanakan berdasarkan Desa (tempat di mana yadnya akan dilaksanakan) dan Kala (perhitungan hari baik) dan Patra (keadaan ekonomi).

2.1 Pengertian Yadnya Sesa
            Semua perbuatan kebajikan dapat diartikan yadnya upakara atua korban suci. Sedangkan sesa berasal dari kata wisesa yang artinya religius dan mengandung sifat-sifat pengeruat (penyupatan) sebagi simbol dari kekutatan-kekuatan di luar diri manusia yang dilaksanakan untuk memelihara keseimbangan Sarwa Prani (alam semesta beserta isinya). Upacara Yadnya Sesa atau yang disebut juga Ngejot atau Banten Saiban, adalah pelaksanaan yadnya yang dilakukan setiap hari (Nimita Karma). Uapacara yadnya seperti ini biasanya dilaksanakan pada saat selesai memasak di dapur. Yadnya Sesa merupakan salah satu bukti dalam ajaran Agama Hindu, bahwa sebelum menyantap makanan, terlebih dahulu mseseorang harus mempersembahkan untuk Tuhan yang telah menciptakan segala yang ada sebagai wujud rasa terimakasih kita kepada Tuhan. Seseorang juga harus menyisihkan sebagaian makanan sebagai permohonan ijin kepada-Nya. Sebab tanpa memohon ijin terlebih dahulu, berarti sama saja dengan mencuri. Sebagaimana tertulis  dalam sloka suci Bhagawadgita Bab III Sloka 13, yaitu :
            Yajnya sistasinanh santo
            Mucyante sarva kinbisaih
            Bunjate te twagham papa
            Ye pacanty atma karanat
Artinya:
            “Ia yang memakan sisa yadnya akan terlepas dari segala dosa, tetapi ia yang         hanya memasak makanan hanya bagi diri sendiri sesungguhnya makanan         dosa.”

            Itulah sebabnya umat Hindu mempersembahkan sebagian makanannya terlebih dahulu sebelum mereka memakannya. Persembahan itu sebenarnya sebagai ungkapan rasa terima kasih mereka ke hadapan Tuhan. Di samping itu persembahan itu menandakan sebagai pengakuan bahwa semua yang ada di dunia ini adalah milik Tuhan, makanan apapun bentuknya yang mereka makan harus memohon ijin terlebih dahulu. Apalagi mengingat makanan yang dimakan sebelumnya berupa makhluk hidup, seperti hewan dan tumbuhan, sehingga jika ingin memakannya tentu harus menghilangkan nyawa dari hewan dan tumbuhan tersebut. Dan dengan menghilangkan nyawa dari sumber makanan tersebut, manusia hendaknya memohon izin terlebih dahulu kepada Sang Kuasa. Dan itu pula sebabnya umat Hindu tidak boleh sembarangan untuk memakan ataupun membunuh makhluk lainnya. Sebagaimana tertulis dalam kitab suci Manawa Dharma Sastra, Bab III sloka 68, sebagai berikut:
            Panca suna grhasthasya
            culli pesanyu paskarah,
            kandani codakumbhacca badha
            yate yastu wahayan
Artinya:
            “Seorang kepala keluarga mempunyai lima macam tempatpenyembelihan yaitu     tempat masak, batu pengasah, sapu lesung danalunya, tempayan tempat air        dengan pemakaian mana ia diikat oleh belenggu dosa.”

            Dengan memberikan sesuatu kapada Tuhan, mereka akan terdidik untuk mambiasakan diri berbuat bagi kepentingan umum tanpa meminta suatu imbalan dan mengakhirkan segala kepentingan pribadi. Sebab apabila seseorang berbuat baik, karma yang baik pun akan senantiasa menyertainya. Dengan demikian, dengan melalui persembahan (banten) Yadnya Sesa umat Hindu berusaha untuk mengikis kenikmatan duniawi agar mencapai kebebasan rohani. Karena itu secara tidak langsung umat Hindu telah menciptakan keharmonisan, hidup berdampingan antara makhluk yang satu dengan yang lain. Sebab, persembahan Yadnya Sesa itu akhirnya akan dinikmati oleh makhluk lainnya.

2.2 Fungsi dan Tujuan Yadnya Sesa
Untuk mengetahui fungsi dan tujuan Yadnya Sesa, sebelumnya kita harus tinjau dahulu fungsi dan tujuan Yadnya secara garis besarnya yakni:
1.      Sebagai sarana untuk menyeberangkan Atma (jiwa) mencapai Brahman, yang diumpamakan sebagai sebuah kapal untuk membawa penumpangnya menuju tempat tujuan. Dalam hal ini untuk membawa manusia mencapai tingkat moksa.
2.      Sebagai sarana untuk menyampaikan permohonan kepada Tuhan, agar semua harapannya bisa terwujud serta senantiasa dilindungi oleh-Nya.
3.      Sebagai sarana untuk mencapai suasana yang terang dan penuh dengan kesucian.
4.      Sebagai sarana pendidikan untuk menumbuhkan perilaku yang sopan.
5.      Yadnya juga sebagai sarana pendidikan, yaitu dengan menciptakan tempat pelaksanaan yadnya dari yang tidak suci menjadi suci.17 Itu pula sebabnya alat-alat yang dipakai untuk upacara harus disucikan terlebih dahulu melalui upacara Prayascita.
Sebagaimana tertulis dalam kitab suci Bhagavad-gita Bab III sloka
15, sebagai berikut:
            Anand bhawanti bhutani
            prajnyad annasambhawah
            yadjnad bhawati parjanyo
            yadjnad karma samadbawah
Artinya:
            “Adanya makhluk hidup karena makanan, adanya makanan karena hujan,             adanya hujan karena yadnya, sedangkan adanya yadnya adalah karena    perbuatan (karma).”
            Oleh karena itu, setiap hidangan harus dipersembahkan kepada Tuhan dan didoakan agar menjadi suci untuk dimakan. Tanpa melakukan Yadnya Sesa, makanan itu hanya berupa sampah yang selalu dikotori oleh berbagai unsur klesa (dosa) yang ada di dalam bahan makanan dan termasuk noda dari si pembuat makanan tersebut. Dengan mengucapkan doa (mantra) dan dipersembahkan kepada Tuhan, makanan yang tadinya kotor akan berubah menjadi suci (prasadham). Dengan demikian, makanan tersebut akan menjadi suatu kekuatan yang dahsyat sehingga layak untuk dimakan. Tuhan menciptakan segala yang dibutuhkan agar semua makhluk dapat berkembang sebagaimana mestinya. Sebagai wujud rasa terima kasih umat Hindu kepada Tuhan, mereka diharuskan menyisihkan sebagian makanan. Mempersembahkan makanan ini juga dipandang sebagai permohonan izin kepada-Nya karena mereka bermaksud mengambil apa yang menjadi milik-Nya semata. Tanpa memohon ijin terlebih dahulu, seseorang sama seperti seorang pencuri yang mengambil milik Tuhan. Seperti yang tertulis dalam kitab suci Bhagavad-gita III.13, sebagai berikut:
            Yajna sistasinah santo
            mucyante sarva kinbisaih
            bunjate te twagham papa
            ye pacanty atma karanat
Artinya:
            “Orang-orang yang baik yang senantiasa memakan apa yang tersisa dari   pelaksanaan yadnya, mereka itu sebenarnya telah terlepas dari papa (dosa).   Akan    tetapi, bagi mereka yang memakan makanan tanpa Prasadham.”

2.2 Tata Letak Pelaksanaan Yadnya Sesa
            Tempat pelaksanaan upacara Yadnya Sesa adalah di tempat-tempat yang dianggap penting oleh umat Hindu, dasarnya adalah kitab Manawa Dharma Sastra Bab III.68.22 Di tempat-tempat itu pula persembahan Yadnya Sesa diletakkan, yakni di lima tempat berikut:
1.      Di altar perapian atau di dapur. Persembahan diletakkan di dekat api atau kompor. Persembahan ditujukan kepada Dewa Brahma (Dewa yang menguasai api). Melalui persaksian api inilah persembahan Yadnya Sesa diterima, sebab api dipandang sebagai saksi dan manifestasi dari Tuhan dan api juga merupakan mulutnya para dewa di dalam fungsinya sebagai pelebur segala yang ada (pralina).
2.      Di tempat penyimpanan air. Persembahan diletakkan di dekat sumur ataupun di kamar mandi atau tempat penyimpanan (guci/jambangan) air. Persembahan ditujukan kepada Dewa Baruna (Dewa yang menguasai air), yaitu lambang sebagai penyucian segala kotoran. Di samping itu air adalah lambang dari sumber kehidupan, merupakan salah satu unsur dari Panca Maha Bhuta, salah satu sarana yang sangat penting dalam ajaran agama Hindu.
3.      Di atas genteng/atap rumah, persembahan ditujukan kepada Dewa Bayu (Dewa Udara). Dengan melakukan persembahan ini, manusia diingatkan untuk selalu menghormati udara dan tidak boleh mencemarinya, sebab tanpa udara mustahil bagi manusia untuk hidup dan bernafas.\
4.      Di pekarangan rumah, persembahan diletakkan di atas tanah dan ditujukan kepada Dewi Pratiwi atau Bumi sebagai simbol kebijaksanaan dan kasih sayang yang selalu memberikan makanan (hasil bumi) kepada seluruh makhluk.
5.      Di tugu penunggu karang, ditujukan kepada Dewa Akasa atau Kehampaan, yang merupakan simbol Tuhan yang tiada akhirnya, asal mula dari segala yang ada. Karena itulah persembahan Yadnya Sesa diletakkan di tugu yang diyakini sebagai simbol Tuhan yang senantiasa mengawasi perjalanan kehidupan seluruh umat manusia. 23 Upacara Yadnya Sesa seperti ini sebenarnya adalah salah satu wujud persembahan yang ditujukan kepada Tuhan yang tidak pernah bisa kita lihat melalui mata yang serba terbatas (niskhala).

2.3 Doa Menghaturkan Yadnya Sesa
            Ketika menghaturkan Yadnya Sesa ke hadapan Sarwa Prani, yakni kepada simbol-simbol Sang Hyang Widhi yang bersifat bhuta, yang bantennya diletakkan di tanah, mantranya adalah sebagai berikut:
            Om atma tat swatma suhamam swaha,
            Swasti-swasti sarwa bhuta, kala, durgha,
            sukha pradhana
            ya namah swaha
Artinya:
            “Om Sang Hyang Widhi Wasa, Engkaulah Paramatma daripada Atma, semoga     berbahagia semua ciptaan-Muyang berwujud Bhuta, kala, dan durgha.”

            Kemudian ketika menghanturkan persembahan untuk para Dewa dan leluhur, mantranya sebagai berikut:
            Om atma tat swatma suhamam swaha,
            Swasti-swasti sarwa dewa,
            sukha pradhana
            ya namah swaha
Artinya:
            “Om Sang Hyang Widhi Wasa, Engkaulah Paramatma daripada Atma,
            semoga berbahagia semua ciptaan-Muyang berwujud Dewa.”

2.4 Makanan Persembahan Yadnya Sesa
            Tujuan makan adalah untuk memelihara badan, kesehatan dan kehidupan. Di samping untuk memelihara badan (jasmani), makanan juga berfungsi untuk kesehatan rohani. Semua orang mendambakan dan mencari kebahagiaan dalam hidupnya. Sedangkan kebahagiaan tersebut hanya dapat dicapai jika seseorang dalam keadaan yang sehat jasmani dan rohaninya. Kitab suci Bhagavadgita Bab XVII sloka 8-10 membedakan makanan menjadi tiga, sebagai berikut:
1.      Sattvika (vegetarian), yaitu makanan dan minuman yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, termasuk air murni dan susu segar.
2.      Rajasa, yaitu makanan dan minuman yang berasal dari hewani, yang memabukkan (seperti minuman keras), termasuk pula makanan yang terlalu pahit, terlalu asam, terlalu asin, terlalu pedas, terlalu berbumbu serta makanan yang membuat badan menjadi panas.
3.      Tamasa, yaitu makanan basi, busuk, atau sisa orang lain serta jenis makanan yang diawetkan atau yang sudah dimasak berulang-ulang. Dengan demikian, umat Hindu meyakini bahwa makanan yang dapat memberi energi hidup, energi kesehatan dan kebahagiaan digolongkan ke dalam makanan sattvika, sedangkan rajasa adalah makan yang menyebabkan penyakit dan kesedihan. Sementara makanan tamasa adalah makanan yang menyebabkan kebodohan dan kegelapan.
            Jika makanan yang akan dipersembahkan kepada Tuhan merupakan hasil dari adharma, maka yadnya orang yang mempersembahkannya akan menjadi sia-sia. Sebagaimana bunyi sloka Sarasamuccaya 184, yang isinya sebagai berikut:
            “…Pranasantapanirwistahkakinyo ‘pi Mahapalah, anyayopajita data na     pararthe sahasracah, adyapin akedika ikang dana, ndan mangene welkang ya, agong phalanika, yadyapin akwqha tuwi, mangke welkang tuwi, yan antukning aniaya, nisphala ika, kalinganya, ta si kweh, ta si kedik, amuhara kweh kedik ning danaphala keneng paramarthanya, nyayangyay ning dana juga….”
Artinya:
            Biarpun sedikit pemberian (sedekah) itu, tetapi mengenai kehausan atau keinginan hati, besarlah manfaatnya. Meski banyak apabila menyebabkan semakin haus dan diperoleh dengan cara yang tidak layak atau tidak patut, tiada faedahnya itu. Tegasnya bukan yang banyak atau bukan yang sedikit faedah pemberian itu, melainkan pada hakekatnya tergantung dari layak atau tidaknya pemberian itu….”

III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Upacara Yadnya Sesa yang di dalam agama Hindu adalah upacara simbolik yang tak mendatangkan hasil apa-apa kalau tidak direalisasikan dengan etika sehari-hari dan tanpa dikerjakan dengan penuh hikmat dan makna. Dan kalaulah umat Hindu mengerjakan apa yang diharapkan dari ajaran agamanya pastilah mereka akan selalu hidup dalam kedamaian, ketentraman kebahagiaan dan ketenangan jiwa. Maka dari itu untuk mempertegas pemahaman mengenai makna Yadnya Sesa, disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
3.1.1        Bahwa salah satu cara untuk dapat memaknai ajaran agama Hindu adalah dengan pengorbanan (Yadnya), yaitu pengorbanan yang harus dilaksanakan dengan sangat tulus, dan pengorbanan yang dimaksudkan di sini adalah mengorbankan sesuatu yang paling berharga yang dimiliki seseorang. Di dalam kitab Veda disebutkan pemberian yang sangat tulus adalah salah satu wujud pelaksanaan dharma. Maka barang siapa yang melaksanakan kewajiban hidup berlandaskan dharma, maka dharma itu akan berbalik menjadi suatu kekuatan subha karma (kebajikan) yang akan melindungi dan dalam upacara Yadnya Sesa-lah semua itu dapat  terealisasi. Upacara Yadnya Sesa adalah salah satu bentuk Bhuta Yadnya dan manifestasi dari Panca Yadnya yang dilakukan setiap hari (nitya karma) yaitu sehabis memasak di dapur umat Hindu memberikan atau menghaturkan makanan persembahan (banten) sebagai sebuah perwujudan kasih sayang terhadap semua atau sesama makhluk di alam semesta (sarwa prani) dan manifestasi sadhana (bhakti yang terus menerus) kepada Sang Hyang Widhi Wasa menyikapi rasa syukur atas nikmat dan kemurahan rezeki yang diberikan-Nya setiap hari. Terdapat beraneka tatacara pelaksanaan Yadnya Sesa tergantung dari tingkat kesadaran beragama dan tingkat pengetahuan umat Hindu terhadap Yadnya Sesa itu sendiri.  Makna yang umum diterima mengenai Yadnya Sesa ialah hadirnya  Yadnya Sesa sebagai sadhana spiritual, sebagai sarana penyupatan, sebagai sarana peleburan dosa, dan sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan mencapai moksa.
3.1.2        Yadnya Sesa yang banyak mengandung makna bagi kehidupan umat Hindu diyakini dapat membimbing umat kepada tumbuhnya jiwa sosial, harmonis dan toleran dalam hidup berdampingan dengan sesama makhluk serta menanamkan rasa kasih sayang dan rasa terima kasih atas anugerah Tuhan, menjadikan upacara Yadnya Sesa ini selalu dilaksanakan dari satu generasi ke generasi selanjutnya sebagai sarana pendidikan moral spiritual.
3.1.3        Yadnya Sesa yang telah mendarah daging dalam diri setiap umat Hindu tidaklah memberi hambatan yang berarti untuk dilakukan setiap harinya meski dikaitkan dengan perkembangan zaman karena pada hakikatnya Yadnya Sesa hanya mampu dijelaskan dengan bahasa hati dan hanya dapat dipahami oleh orang yang melaksanakannya.

Om, Shanti, Shanti, Shanti, Om,
Om A No Badrah Krtawo Yantu Wiswatah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar