YADNYA SESA
(Makna Yadnya Sesa pada Kehidupan Umat Hindu Bali)
Oleh: I Wayan
Putu Januartawa, S.Pd.
Om Swastyastu
Om
Awighnam astu Namasiwa Budhaya.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Yadnya atau
upacara merupakan bagian ketiga dari kerangka agama Hindu. Dari sudut filsafatnya, yadnya ialah
cara-cara melakukan hubungan antara Atman dengan Paramatman, antara manusia dengan Sang Hyang Widhi serta semua
manifestasinya, Yadnya adalah jalan untuk mencapai kesucian jiwa. Untuk upacara ini
dipergunakan upacara ayat suci tentang Yadnya sebagai alat penolong yang nyata untuk
memudahkan manusia menghubungkan dirinya dengan Sang Hyang
Widhi Wasa dalam bentuk
nyata.
Di dalam kitab suci
Bhagavad-gita III.10, disebutkan:
Sahayajnah
prajah sristwa
puro waca prajapatih
anena
prasawisya dhiwam
esa wo’sstwista kamadhu
Artinya:
“Sesungguhnya sejak dahulu dikatakan Tuhan
telah menciptakan manusia melalui Yadnya
dengan (cara) ini engkau akan berkembang, sebagaimana lembu perahan yang
memerah susunya karena keinginanmu
(sendiri).”
Demikian pula
dalam kitab suci Manawa Dharma Sastra Bab. III.75, tertulis sebagai berikut:
Swadhyaye nityayuktah
syaddaiwe
caiweha karmani,
daiwakarmani
yukto hi
bibhar timdam caracaram
Artinya:
“Hendaknya setiap orang yang menjadi
kepala rumah tangga setiap harinya menghaturkan
mantra-mantra suci Weda dan juga melakukan upacara pada para Dewa
karena ia yang rajin menjalankan yadnya pada hakekatnya membantu ciptaan Tuhan baik yang bergerak
maupun yang tak bergerak.”
Pelaksanaan Yadnya Pelaksanaan yadnya terbagi dua, yakni:
1. Nitya Karma, disebut juga Nimita Karma
yakni pelaksanaan yadnya setiap hari (rutin), termasuk di dalamnya adalah
pelaksanaan upacara Yadnya Sesa dan pembacaan Gayatri Mantra.
2. Naimitika Karma, pelaksanaan yadnya pada
waktu-waktu tertentu (berkala), seperti upacara Ngaben, dilaksanakan
berdasarkan Desa (tempat di mana yadnya akan dilaksanakan) dan Kala
(perhitungan hari baik) dan Patra (keadaan ekonomi).
2.1 Pengertian Yadnya Sesa
Semua
perbuatan kebajikan dapat diartikan yadnya
upakara atua korban suci. Sedangkan sesa
berasal dari kata wisesa yang artinya religius dan mengandung sifat-sifat
pengeruat (penyupatan) sebagi simbol dari kekutatan-kekuatan di luar diri
manusia yang dilaksanakan untuk memelihara keseimbangan Sarwa Prani (alam semesta beserta isinya). Upacara Yadnya Sesa atau
yang disebut juga Ngejot atau Banten Saiban, adalah pelaksanaan yadnya yang
dilakukan setiap hari (Nimita Karma). Uapacara yadnya seperti ini biasanya
dilaksanakan pada saat selesai memasak di dapur. Yadnya Sesa merupakan salah
satu bukti dalam ajaran Agama Hindu, bahwa sebelum menyantap makanan, terlebih
dahulu mseseorang harus mempersembahkan untuk Tuhan yang telah menciptakan
segala yang ada sebagai wujud rasa terimakasih kita kepada Tuhan. Seseorang
juga harus menyisihkan sebagaian makanan sebagai permohonan ijin kepada-Nya.
Sebab tanpa memohon ijin terlebih dahulu, berarti sama saja dengan mencuri.
Sebagaimana tertulis dalam sloka suci Bhagawadgita Bab III Sloka 13, yaitu :
Yajnya
sistasinanh santo
Mucyante
sarva kinbisaih
Bunjate
te twagham papa
Ye pacanty atma karanat
Artinya:
“Ia
yang memakan sisa yadnya akan terlepas dari segala dosa, tetapi ia yang hanya memasak makanan hanya bagi diri
sendiri sesungguhnya makanan dosa.”
Itulah sebabnya umat Hindu mempersembahkan
sebagian makanannya terlebih dahulu sebelum mereka memakannya. Persembahan itu sebenarnya sebagai ungkapan
rasa terima kasih mereka ke hadapan Tuhan. Di samping itu persembahan itu
menandakan sebagai pengakuan bahwa semua yang ada di dunia ini adalah milik
Tuhan, makanan apapun bentuknya yang mereka makan harus memohon ijin terlebih
dahulu. Apalagi mengingat makanan yang dimakan sebelumnya berupa makhluk hidup,
seperti hewan dan tumbuhan, sehingga jika ingin memakannya tentu harus
menghilangkan nyawa dari hewan dan tumbuhan tersebut. Dan dengan menghilangkan
nyawa dari sumber makanan tersebut, manusia hendaknya memohon izin terlebih dahulu kepada
Sang Kuasa. Dan itu pula sebabnya umat Hindu tidak boleh sembarangan untuk memakan ataupun
membunuh makhluk lainnya. Sebagaimana tertulis dalam kitab
suci Manawa Dharma Sastra,
Bab III sloka 68, sebagai berikut:
Panca suna grhasthasya
culli
pesanyu paskarah,
kandani
codakumbhacca badha
yate yastu wahayan
Artinya:
“Seorang kepala keluarga mempunyai lima
macam tempatpenyembelihan yaitu tempat
masak, batu pengasah, sapu lesung danalunya, tempayan tempat air dengan pemakaian mana ia diikat oleh belenggu
dosa.”
Dengan memberikan sesuatu kapada Tuhan,
mereka akan terdidik untuk mambiasakan diri berbuat bagi kepentingan umum
tanpa meminta suatu imbalan dan mengakhirkan segala kepentingan pribadi. Sebab apabila
seseorang berbuat baik, karma yang baik pun akan senantiasa menyertainya. Dengan demikian,
dengan melalui persembahan (banten) Yadnya Sesa umat Hindu berusaha untuk mengikis
kenikmatan duniawi agar mencapai kebebasan rohani. Karena itu secara tidak langsung
umat Hindu telah menciptakan keharmonisan, hidup berdampingan antara makhluk
yang satu dengan yang lain. Sebab, persembahan Yadnya Sesa itu akhirnya akan
dinikmati oleh makhluk lainnya.
2.2 Fungsi dan Tujuan
Yadnya Sesa
Untuk mengetahui
fungsi dan tujuan Yadnya Sesa, sebelumnya kita harus tinjau dahulu fungsi dan tujuan Yadnya
secara garis besarnya yakni:
1.
Sebagai
sarana untuk menyeberangkan Atma (jiwa) mencapai Brahman, yang diumpamakan sebagai sebuah kapal
untuk membawa penumpangnya menuju tempat tujuan. Dalam hal ini untuk membawa manusia
mencapai tingkat moksa.
2.
Sebagai
sarana untuk menyampaikan permohonan kepada Tuhan, agar semua harapannya bisa
terwujud serta senantiasa dilindungi oleh-Nya.
3.
Sebagai
sarana untuk mencapai suasana yang terang dan penuh dengan
kesucian.
4.
Sebagai
sarana pendidikan untuk menumbuhkan perilaku yang sopan.
5.
Yadnya juga
sebagai sarana pendidikan, yaitu dengan menciptakan tempat pelaksanaan yadnya dari yang tidak
suci menjadi suci.17 Itu pula sebabnya alat-alat yang dipakai untuk upacara
harus disucikan terlebih dahulu melalui upacara Prayascita.
Sebagaimana
tertulis dalam kitab suci Bhagavad-gita Bab III sloka
15, sebagai
berikut:
Anand bhawanti bhutani
prajnyad
annasambhawah
yadjnad
bhawati parjanyo
yadjnad karma samadbawah
Artinya:
“Adanya
makhluk hidup karena makanan, adanya makanan karena hujan, adanya hujan karena yadnya,
sedangkan adanya yadnya adalah karena perbuatan (karma).”
Oleh karena itu, setiap hidangan harus
dipersembahkan kepada Tuhan dan didoakan agar menjadi suci untuk dimakan. Tanpa
melakukan Yadnya Sesa, makanan itu hanya berupa sampah yang selalu dikotori
oleh berbagai unsur klesa (dosa) yang ada di dalam bahan makanan dan termasuk
noda dari si pembuat makanan tersebut. Dengan mengucapkan doa (mantra) dan
dipersembahkan kepada Tuhan, makanan yang tadinya kotor akan berubah menjadi suci (prasadham). Dengan demikian, makanan tersebut akan
menjadi suatu kekuatan yang dahsyat sehingga layak untuk dimakan. Tuhan menciptakan
segala yang dibutuhkan agar semua makhluk dapat berkembang sebagaimana mestinya. Sebagai
wujud rasa terima kasih umat Hindu kepada Tuhan, mereka diharuskan menyisihkan
sebagian makanan. Mempersembahkan makanan ini juga dipandang sebagai permohonan izin kepada-Nya karena
mereka bermaksud mengambil apa yang menjadi milik-Nya semata. Tanpa memohon ijin terlebih
dahulu, seseorang sama seperti seorang pencuri yang mengambil milik Tuhan. Seperti
yang tertulis dalam kitab suci Bhagavad-gita III.13, sebagai berikut:
Yajna sistasinah santo
mucyante
sarva kinbisaih
bunjate
te twagham papa
ye pacanty atma karanat
Artinya:
“Orang-orang
yang baik yang senantiasa memakan apa yang tersisa dari
pelaksanaan yadnya, mereka
itu sebenarnya telah terlepas dari papa
(dosa). Akan tetapi, bagi mereka yang memakan makanan tanpa Prasadham.”
2.2 Tata Letak Pelaksanaan Yadnya Sesa
Tempat pelaksanaan upacara Yadnya Sesa
adalah di tempat-tempat yang dianggap penting oleh umat Hindu, dasarnya adalah
kitab Manawa Dharma Sastra Bab III.68.22 Di tempat-tempat itu pula persembahan
Yadnya Sesa diletakkan, yakni di lima tempat berikut:
1. Di altar perapian atau di dapur.
Persembahan diletakkan di dekat api atau kompor. Persembahan ditujukan kepada Dewa
Brahma (Dewa yang menguasai api). Melalui persaksian api inilah persembahan Yadnya
Sesa diterima, sebab api dipandang sebagai saksi dan manifestasi dari Tuhan dan
api juga merupakan mulutnya para dewa di dalam fungsinya sebagai pelebur segala
yang ada (pralina).
2. Di tempat penyimpanan air. Persembahan
diletakkan di dekat sumur ataupun di kamar mandi atau tempat penyimpanan
(guci/jambangan) air. Persembahan ditujukan kepada Dewa Baruna (Dewa
yang menguasai air), yaitu lambang sebagai penyucian segala kotoran. Di samping itu air adalah lambang dari
sumber kehidupan, merupakan salah satu unsur dari Panca Maha Bhuta, salah satu sarana yang
sangat penting dalam ajaran agama Hindu.
3. Di atas genteng/atap rumah, persembahan
ditujukan kepada Dewa Bayu (Dewa Udara). Dengan melakukan persembahan ini,
manusia diingatkan untuk selalu menghormati udara dan tidak boleh mencemarinya,
sebab tanpa udara mustahil bagi manusia untuk hidup dan bernafas.\
4. Di pekarangan rumah, persembahan
diletakkan di atas tanah dan ditujukan kepada Dewi Pratiwi atau Bumi sebagai
simbol kebijaksanaan dan kasih sayang yang selalu memberikan makanan (hasil
bumi) kepada seluruh makhluk.
5. Di tugu penunggu karang, ditujukan kepada
Dewa Akasa atau Kehampaan, yang merupakan simbol Tuhan yang tiada akhirnya,
asal mula dari segala yang ada. Karena itulah persembahan Yadnya Sesa diletakkan
di tugu yang diyakini sebagai simbol Tuhan yang senantiasa mengawasi perjalanan
kehidupan seluruh umat manusia. 23 Upacara Yadnya Sesa seperti ini sebenarnya
adalah salah satu wujud persembahan yang ditujukan kepada Tuhan yang tidak
pernah bisa kita lihat melalui mata yang serba terbatas (niskhala).
2.3 Doa Menghaturkan Yadnya Sesa
Ketika menghaturkan Yadnya Sesa ke hadapan
Sarwa Prani, yakni kepada simbol-simbol Sang Hyang Widhi yang bersifat bhuta,
yang bantennya diletakkan di tanah, mantranya adalah sebagai berikut:
Om atma tat swatma suhamam swaha,
Swasti-swasti
sarwa bhuta, kala, durgha,
sukha
pradhana
ya namah swaha
Artinya:
“Om Sang Hyang Widhi Wasa, Engkaulah Paramatma daripada Atma, semoga berbahagia
semua ciptaan-Muyang berwujud Bhuta, kala, dan durgha.”
Kemudian ketika menghanturkan persembahan
untuk para Dewa dan leluhur, mantranya sebagai berikut:
Om atma tat swatma suhamam swaha,
Swasti-swasti
sarwa dewa,
sukha
pradhana
ya namah swaha
Artinya:
“Om Sang Hyang Widhi Wasa, Engkaulah Paramatma daripada Atma,
semoga
berbahagia semua ciptaan-Muyang berwujud Dewa.”
2.4 Makanan Persembahan Yadnya Sesa
Tujuan makan adalah untuk memelihara
badan, kesehatan dan kehidupan. Di samping untuk memelihara badan (jasmani),
makanan juga berfungsi untuk kesehatan rohani. Semua orang mendambakan dan
mencari kebahagiaan dalam hidupnya. Sedangkan kebahagiaan tersebut hanya dapat
dicapai jika seseorang dalam keadaan yang sehat jasmani dan rohaninya. Kitab
suci Bhagavadgita Bab XVII sloka 8-10 membedakan makanan menjadi tiga, sebagai
berikut:
1. Sattvika (vegetarian), yaitu makanan dan
minuman yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, termasuk air murni dan susu segar.
2. Rajasa, yaitu makanan dan minuman yang
berasal dari hewani, yang memabukkan (seperti minuman keras), termasuk pula
makanan yang terlalu pahit, terlalu asam, terlalu asin, terlalu pedas, terlalu
berbumbu serta makanan yang membuat badan menjadi panas.
3. Tamasa, yaitu makanan basi, busuk, atau
sisa orang lain serta jenis makanan yang diawetkan atau yang sudah dimasak
berulang-ulang. Dengan demikian, umat Hindu meyakini bahwa makanan yang dapat memberi
energi hidup, energi kesehatan dan kebahagiaan digolongkan ke dalam makanan
sattvika, sedangkan rajasa adalah makan yang menyebabkan penyakit dan
kesedihan. Sementara makanan tamasa adalah makanan yang menyebabkan kebodohan dan
kegelapan.
Jika makanan yang akan dipersembahkan kepada Tuhan
merupakan hasil dari adharma, maka yadnya orang yang mempersembahkannya akan menjadi
sia-sia. Sebagaimana bunyi sloka Sarasamuccaya 184, yang isinya sebagai
berikut:
“…Pranasantapanirwistahkakinyo ‘pi Mahapalah,
anyayopajita data na pararthe
sahasracah, adyapin akedika ikang dana, ndan mangene welkang ya, agong phalanika, yadyapin akwqha tuwi, mangke welkang
tuwi, yan antukning aniaya,
nisphala ika, kalinganya, ta si kweh, ta si kedik, amuhara kweh kedik ning danaphala keneng paramarthanya, nyayangyay
ning dana juga….”
Artinya:
“…Biarpun
sedikit pemberian (sedekah) itu, tetapi mengenai kehausan atau keinginan hati, besarlah manfaatnya. Meski banyak apabila menyebabkan semakin haus dan diperoleh dengan
cara yang tidak layak atau tidak patut, tiada faedahnya itu. Tegasnya bukan yang
banyak atau bukan yang sedikit faedah pemberian itu, melainkan pada
hakekatnya tergantung dari layak atau tidaknya
pemberian itu….”
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Upacara Yadnya Sesa yang di dalam agama
Hindu adalah upacara simbolik yang tak mendatangkan hasil
apa-apa kalau tidak direalisasikan dengan etika sehari-hari dan
tanpa dikerjakan dengan penuh hikmat dan makna. Dan kalaulah umat Hindu
mengerjakan apa yang diharapkan dari ajaran agamanya pastilah mereka akan
selalu hidup dalam kedamaian, ketentraman kebahagiaan dan ketenangan jiwa. Maka
dari itu untuk mempertegas pemahaman mengenai makna Yadnya Sesa, disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
3.1.1
Bahwa salah
satu cara untuk dapat memaknai ajaran agama Hindu adalah dengan pengorbanan
(Yadnya), yaitu pengorbanan yang harus dilaksanakan dengan sangat tulus, dan
pengorbanan yang dimaksudkan di sini adalah mengorbankan sesuatu yang paling
berharga yang dimiliki seseorang. Di dalam kitab Veda disebutkan pemberian yang
sangat tulus adalah salah satu wujud pelaksanaan dharma. Maka barang siapa yang
melaksanakan kewajiban hidup berlandaskan dharma, maka dharma itu akan berbalik
menjadi suatu kekuatan subha karma (kebajikan) yang akan melindungi dan dalam
upacara Yadnya Sesa-lah semua itu dapat
terealisasi. Upacara Yadnya Sesa adalah salah satu bentuk Bhuta Yadnya
dan manifestasi dari Panca Yadnya yang dilakukan setiap hari (nitya karma)
yaitu sehabis memasak di dapur umat Hindu memberikan atau menghaturkan makanan
persembahan (banten) sebagai sebuah perwujudan kasih sayang terhadap semua atau
sesama makhluk di alam semesta (sarwa prani) dan manifestasi sadhana (bhakti
yang terus menerus) kepada Sang Hyang Widhi Wasa menyikapi rasa syukur atas
nikmat dan kemurahan rezeki yang diberikan-Nya setiap hari. Terdapat beraneka
tatacara pelaksanaan Yadnya
Sesa tergantung dari tingkat kesadaran beragama dan tingkat pengetahuan umat Hindu
terhadap Yadnya Sesa itu sendiri.
Makna yang umum diterima
mengenai Yadnya Sesa ialah hadirnya
Yadnya Sesa sebagai sadhana
spiritual, sebagai sarana penyupatan, sebagai sarana peleburan dosa, dan sebagai
sarana untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan mencapai moksa.
3.1.2
Yadnya
Sesa yang banyak mengandung makna bagi kehidupan umat Hindu diyakini dapat
membimbing umat kepada tumbuhnya jiwa sosial, harmonis dan toleran dalam hidup
berdampingan dengan sesama makhluk serta menanamkan rasa kasih sayang dan rasa
terima kasih atas anugerah Tuhan, menjadikan upacara Yadnya Sesa ini selalu dilaksanakan
dari satu generasi ke generasi selanjutnya sebagai sarana pendidikan moral
spiritual.
3.1.3
Yadnya
Sesa yang telah mendarah daging dalam diri setiap umat Hindu tidaklah memberi
hambatan yang berarti untuk dilakukan setiap harinya meski dikaitkan dengan
perkembangan zaman karena pada hakikatnya Yadnya Sesa hanya mampu dijelaskan
dengan bahasa hati dan hanya dapat dipahami oleh orang yang melaksanakannya.
Om, Shanti, Shanti, Shanti, Om,
Om A No Badrah
Krtawo Yantu Wiswatah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar