ESENSI BATU MULIA PERSPEKTIF AGAMA HINDU
Oleh: I Wayan Putu Januartawa, S.Pd.
Om Swastyastu
Om Awighnam astu Namasiwa Budhaya.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Alam
semesta memiliki berbagai macam kekayaan alam yang diyakini memiliki
kekuatan-kekuatan tertentu sehingga manusia menggunakannya sebagai pusaka. Salah
satu kekayaan alam yang digunakan manusia sebagai pusaka yakni batu mulia. Jauh
di dalam rahim ibu pertiwi terkandung
batu-batu mulia berharga yang memiliki kekuatan suci di luar jangkauan manusia
biasa. Batu mulia dipercaya memiliki nilai spiritual tinggi dan kekuatan gaib
serta memiliki aura tersendiri bagi pemakainya.
Seorang penguasa pastilah
memiliki pusaka untuk ditakuti dan memiliki wibawa bagi rakyatnya. Hingga saat
ini batu mulia masih menjadi barang yang mulia dan memiliki nilai tersendiri
baik dari segi harga maupun kegunaanya. Dalam kehidupan spiritual terutama yang
masih mengakui adanya kekuatan-kekuatan yang bersumber pada benda-benda alam,
tentu tidak asing lagi dengan adanya keyakinan bahwa batu mulia memiliki
kekuatan gaib. Akan tetapi jangan sampai hal itu meragukan keyakinan beragama
khususnya Hindu yakni Panca Sradha,
yakni: (1). Percaya terhadap adanya Brahman,
(2). Percaya terhadap adanya Atman,
(3). Percaya terhadap adanya Karmaphala,
(4). Percaya terhadap adanya Punarbhawa
dan (5). Percaya terhadap adanya Moksa,
(Gunadha, 2013:19). Seradha merupakan suatu sikap percaya dan ketenangan
pikiran, umat Hindu percaya bahwa semua yang ada didunia ini adalah ciptaan
Tuhan baik daratan maupun lautan begitu juga batu mulia.
Batu mulia
adalah salah satu unsur alam yang tidak pernah ketinggalan zaman. Sejak zaman
purba, beragam jenis batu dimuliakan sebab keindahan dan kepercayaan adanya
sebuah kekuatan didalamnya. Zaman berganti hingga kemudian datang era modern
seperti saat ini, dan batu mulia masih saja menjadi idola. Saat ini orang
semakin senang mengoleksi batu mulia sebab keindahan, keunikan, dan
kelangkaannya. Batu mulia dipercaya mampu membawa kemakmuran kedalam kehidupan
seseorang, meningkatkan kesehatan, dan menjauhkan pengaruh-pengaruh buruk dari
pelanet-pelanet. Ramalan bintang seseorang yang dibuat berdasarkan waktu
kelahiran bisa menjelaskan berbagai aspek kehidupan, sifat, usia, dan prospek.
Bila terdapat kesusahan mereka bisa ditolak secara efektif melalui doa atau
pengobatan yang mempergunakan batu mulia. Sains modern tidak akan mempercainya,
tapi umat Hindu menganggap bahwa bila seseorang jatuh sakit itu tidak hanya
disebabkan oleh bakteria tetapi juga karena karma
mereka. Dalam Majalah Hindu Raditya
diuraikan sebagai berikut:
Dengan demikian hal pertama yang perlu kita sadari dan terima
dengan kepasrahan adalah menjalani phala dari karma kita dengan baik, buka hati dengan
suatu kesadaran untuk melunasi hutang karma
yang kita bawa, karena sesungguhnya hidup adalah
menjalani karma. Setiap kelahiran manusia membawa karmanya sendiri dengan bobot yang berbeda. Ajaran Hindu menyebutkan karmaphala itu ada tiga
macam wujudnya yaitu (1).sancita karmaphala, (2). prarabda karmaphala, dan (3). kriyamana karmaphala,
(Sukadana, 2015:52).
Apapun yang dilakukan baik disengaja dan tidak
disengaja pasti akan menimbulkan hasil (phala).
Batu mulia memberi pelajaran sangat penting dan berharga bagi umat Hindu khususnya bahwa ketika
seseorang telah mampu mengendalikan diri dan telah mencapai kemurnian, maka
saat itulah karisma dirinya memancar dan menyebar sehingga kehadirannya di
tengah-tengah masyarakat diterima dengan baik. Saat ini batu mulia menjadi tren perhiasan baru, toko dan kios batu
mulia dadakan bermunculan diberbagai tempat beberapa orang memilih menjadi tukang
gosok batu mulia dan meraih rejeki dari usahanya itu. Batu mulia kini
benar-benar mengalami booming walaupun
batu mulia ini sudah dikenal sejak zaman dahulu kala. Namun sebagian orang
hanya melihat dari segi keindahannya saja tanpa mempertimbangkan batu mulia
yang mereka gunakan sudah sesuai dengan hari kelahirannya atau belum.
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Batu
Mulia
Dalam buku Pesona Batu Mulia diuraikan “ batu mulia
adalah komoditi atau barang yang bentuk, kadar, dan sifat-sifatnya tidak
berubah dalam waktu lama, sebagaimana logam mulia”, sebagaimana dikatakan oleh,
Ajeng Wind dan Ayub (2015:80). Kemudian Bagaskara (2015:36) menyatakan bahwa “batu
mulia dan akik merupakan salah satu unsur perhiasan yang terkadang menjadi
domain dalam setiap jenis dan pernik dari perhiasan yang berupa gelang,
cincin,giwang,dan kalung”. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Joko Susabda
(2015:7) yang menyatakan sebagai berikut:
Batu
mulia adalah batu yang dibentuk dari hasil proses geologi yang unsurnya terdiri atas satu atau
beberapa komponen kimia yang mempunyai harga
jual tinggi, dan diminati oleh para kolektor. Batu mulia harus dipoles sebelum dijadikan perhiasan.
Mula-mula batu mulia tidak jauh berbeda
dengan pembentukan batuan atau mineral secara umum oleh karena itu, pembentukan batu mulia mungkin saja terjadi
melalui proses diferensiasi
magma, proses metamorfosa atau sedimeentasi.
Permata atau
batu mulia memiliki kemampuan menyembuhkan. Permata juga memiliki kekuatan elemental untuk mendatangkan keberuntungan
dengan mengusir pengaruh buruk
pelanet-pelanet. Beberapa batu permata mempunyai kekuatan magis untuk
menyembuhkan, untuk membuat hidup lebih bahagia dengan meningkatkan kemakmuran
status, pengetahuan, kesehatan yang baik, serta ketenaran, Rakesh Shashi dan
Joshi (Terjemahan Diah Sri Pandewi (2008:24)).
Selanjutnya
Putrawan (2015:7), mengatakan bahwa batu mulia merupakan hasil tambang yang
sejak zaman dulu dikenal sebagai bahan perhiasan. Dalam ritual Hindu batu mulia
atau permata sudah sejak lama digunakan untuk menunjang ritual maupun digunakan
untuk menghias pratima dan benda sakral lainnya seperti (1). Gagang keris
pusaka, (2). Cudamani untuk arca dewa-dewi, (3). Menghias barong dan rangda, (4). Menghias mahkota sulinggih.
Berdasarkan
beberapa pendapat diatas dapat ditegaskan bahwa batu mulia yakni batu yang
terbentuk dari hasil proses geologi melalui proses deferensiasi magma, proses
metamorfosa, atau sedimentasi yang merupakan hasil tambang yang sejak zaman
dulu dikenal sebagai bahan perhiasan yang menjadi domain dan komoditi yang
sifatnya tetap. Dalam ritual Hindu digunakan untuk menghias gagang keris
pusaka, pratima arca, barong, rangda, dan
mahkota sulinggih.
2.2 Jenis-Jenis Batu
Mulia
Dalam buku Iki Tetengger Soca Mautama Manut Ring Lontar
disebutkan jenis-jenis batu mulia yakni:). (1). Mirah Narayana, (2). Mirah Padma Agung, (3). Mirah Siwa Sekala, (4). Mirah Mawar, (5). Mirah Rambut Sedana, (6). Mirah
Windu Murti, (7). Mirah Ratna Duita,
(8). Mirah Kecubung Dalima Malit,
(9). Mirah Sitangsu, (10). Mirah Golo Raja, (11). Pengider Jana, (12). Mirah Manjangan Bang, (13). Mirah Jagasatru, (14). Mirah Kresnadana, (15). Mirah Windu Sara, (16). Mirah Narayana, (17). Mirah Dalima, (18). Mirah Ratna Agung, (19). Mirah
Rukmarata, (20). Mirah Kecubung
kasian, (21). Mirah Cempaka,
(22). Mirah Parta Wijaya, (23). Mirah Manik Kuperaga, (24). Mirah Adi, (25). Mirah Ulung, (26). Soca Badar
Perak, (27). Soca Batu Campu Emas, (28).
Mirah Surya Candra, (29). Mirah Bayu, (30). Mirah Kresna Murti, (31 Mirah
Nilakanta, (Jro Mangku Pulasari, 2008:2-20).
Kemudian
dalam buku Ceciren Jagat disebutkan
jenis-jenis batu mulia yakni “(1). Dwidatu, (2). Putranjiwa, (3). Indra Raksa”,
(Tim Penyusun, 2011:75). Selanjutnya Putrawan (2015:9) menyebutkan jenis-jenis
batu mulia yakni:
“(1). Mirah Narayana, (2). Mirah
Padma Agung, (3). Mirah Rambut Sedana,
(4). Mirah Jaga Satru, (5). Mirah
Windu Sara, (6). Mirah Cempaka,
(7). Besi tawar Selem, (8). Mirah
Manik Atmaraksa, (9). Mirah Kresna Mukti, (10). Pirus
Urat Emas, (11). Mirah Useran Jagat,
(12). Bangsing Tanah, (13). Mirah Banyu
Amrta”.
Selanjutnya
dalam majalah Nuansa Bali disebutkan
jenis-jenis batu mulia yakni: Mirah
Delima (ruby), (1). Menjangan Bang, (2).
Nila Pangkaja, (3). Bubur Bang Sinanten, (4). Bang Netra, (5). Windu Sara, (6). Padma Agung,
(7). Mirah Mawar, (8). Ratna Bang Kaja, (9). Mirah Kecubung Kasihan, (10). Rukmarata, (11). Mirah Brumbun, (12). Mirah
Telaga Ngembeng. Blue Safir, (1).
Indra Nila, (2). Nila Pangkaja, (3). Indra
Danta, (4). Indra Nila. Black Safir (
Bangsing), (1). Kresna Dana, (2).
Pharta Wijaya, (3). Kresna Wulung, (4). Widuri Wulung, (5). Naga
Satru, (6). Jaga Satru, (7). Ijo Manten. Cempaka putih dan kuning (white
safir and yellow safir), (1). Ratna
Cempaka, (2). Padma Kara, (3). Indra Raksa, (4). Tri Datu, (5). Nawa Ratna, (6).
Ratna Swala, (7). Ciwa Dewata, (8). Cempaka Wilis/Ratna Banyu, (9). Ratna
Cempaka, (10). Cempaka Rambut Sedana,
(11). Cempaka Sungsang, (Kori
Agung, 2015:5-7).
Pendapat
senada juga diungkapkan Budha Gautama (2011:3-45) dalam bukunya yang berjudul Carcan Soca jenis-jenis batu mulia
yakni: (1). Mirah Dewa, (2). Mirah Surya Candra, (3). Widuri, (4). Mirah Madu, (5). Mirah Kebo
Kunang-kunang, (6). Mirah Mata
Kucing, (7). Mirah Aor Geni, (8).
Mirah Inten, (9). Mirah Ireng, (10). Manik Maya, (11). Mirah
Banyu, (12). Kusuma Wiranata, (13).
Mirah Kastuba, (14). Mirah Jilih, (15). Ratna Rupa, (16). Mirah Jaga
Satru, (17). Mirah Padma Agung, (18). Mirah Kresna Mukti, (19). Kresnadana Makukus, (20). Kresnadana Sadewa, (21). Kresnadana Payudani, (22). Asti Kresna, (23). Manjangan Bang, (24). Mirah Sitangsu, (25). Sitangsu Jagasatru.
Dari beberapa
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis batu mulia perspektif umat
Hindu di Bali meliputi: (1). Mirah Narayana, (2). Mirah Padma Agung, (3). Mirah
Siwa Sekala, (4). Mirah Mawar,
(5). Mirah Rambut Sedana, (6). Mirah Windu Murti, (7). Mirah Ratna Duita, (8). Mirah Kecubung Dalima Malit, (9). Mirah Sitangsu, (10). Mirah Golo Raja, (11). Pengider Jana, (12). Mirah Manjangan Bang, (13). Mirah Jagasatru, (14). Mirah Kresnadana, (15). Mirah Windu Sara, (16). Mirah Dalima, (17). Mirah Ratna Agung, (18). Mirah
Rukmarata, (19). Mirah Kecubung
kasian, (20). Mirah Cempaka,
(21). Mirah Parta Wijaya, (22). Mirah Manik Kuperaga, (23). Mirah Adi, (24). Mirah Ulung, (25). Soca Badar
Perak, (26). Soca Batu Campu Emas, (27).
Mirah Surya Candra, (28). Mirah Bayu, (29). Mirah Kresna Murti, (30) Mirah
Nilakanta, (31). Dwidatu, (32). Putranjiwa, (33). Indra Raksa, (34). Mirah
Windu Sara, (35). Besi tawar Selem, (36).
Mirah Manik Atmaraksa, (37). Mirah Kresna
Mukti, (38). Pirus Urat Emas, (39). Mirah Useran Jagat, (40). Bangsing Tanah, (41). Mirah Banyu Amrta, (42). Nila Pangkaja, (43). Bubur Bang Sinanten, (44). Bang Netra, (45). Ratna Bang Kaja, (46). Mirah
Brumbun, (47). Mirah Telaga Ngembeng.
(48). Indra Nila, (49). Nila Pangkaja, (50). Indra Danta, (51). Indra Nila, (52). Kresna
Wulung, (53). Widuri Wulung,
(54). Naga Satru, (55). Ijo Manten. (56). Ratna Cempaka, (57). Padma
Kara, (58). Indra Raksa, (59). Tri Datu, (60). Nawa Ratna, (61). Ratna
Swala, (62). Ciwa Dewata, (63). Cempaka Wilis/Ratna Banyu, (64). Ratna Cempaka, (65). Cempaka Sungsang, (66). Mirah
Dewa, (67). Mirah Surya Candra, (68).
Widuri, (45). Mirah Madu, (69). Mirah Kebo
Kunang-kunang, (70). Mirah Mata
Kucing, (71). Mirah Aor Geni, (72).
Mirah Inten, (73). Mirah Ireng, (74). Manik Maya, (75). Kusuma
Wiranata, (76). Mirah Kastuba, (77).
Mirah Jilih, (78). Ratna Rupa, (79). Kresnadana Makukus, (80). Kresnadana
Sadewa, (81). Kresnadana Payudani, (82).
Asti Kresna, (83). Manjangan Bang, (84). Mirah
Sitangsu, (85). Sitangsu Jagasatru.
2.3 Penggunaan Batu Mulia
Dalam buku Ceciren
Jagat diuraikan penggunaan batu mulia yakni sebagai berikut:
(1). Sebagai mata cincin dan
perhiasan lain, (2). Sebagai mata gelung mahkota raja, (3). Sebagai mata ketu
atau gelung pedanda, (4). Sebagai
mata pratima, (5). Sebagai monmon atau pengisi mulut mayat, terutama pada mayat bangsawan, (6). Sebagai alat ngerajah orang potong gigi atau mapandes
bagi umat Hindu, (7). Sebagai
pelengkap pedagingan tempat suci Hindu atau pelinggih-pelinggih, (8). Sebagai jimat penolak
bahaya, keteguhan atau kekebalan, (9). Sebagai mata gabjar atau
tangkai keris, (10). Sebagai obat
penawar keracunan, dengan diminaum
airnya atau ditempelkan pada luka gigitan binatang berbisa, (11). Sebagai penjinak binatang liar, (12).
Lain-lain sesuai sifat dan khasiat permata, (Tim
Penyusun, 2011:114).
Kemudian
dalam majalah Raditya dijelaskan
penggunaan batu mulia yakni sebagai sarana untuk memohon Sembilan tirta, Sulinggih melantunkan Puja
Pangastawa Weda Nawa Ratna dengan disertai sarana sembilan buah sangku (mangkuk tirta) terbuat dari
emas, dimana masing-masing sangku yang
berisi toya anyar tersebut semuanya
diisi permata dengan warna berbeda-beda. Sangku
tirta tersebut merupakan sarana sulinggih
ngarga tirta kehadapan Sembilan dewata
seperti: (1). Sangku emas berisi air
dan permata mirah bang, diisikan
bunga-bungaan warna merah, adalah sangku tirta Durmanggala yang dimohon
kehadapan Dewa Brahma, (2). Selanjutnya untuk tirta Karanam Jayam, kedalam sangku emas itu ditaruh permata warna
jingga, (3). Untuk memohon tirta Purnam
Jiwam maka dimasukkan permata warna
kuning kedalam sangku emas, (4). Untuk memohon tirta Gangga Syama maka hendaknya sangkunya diisi permata warna
hijau, (5). Permata warna hitam dimasukkan kedalam sangku untuk memohon tirta
Pawitran, (6). Permata biru dimasukkan kedalam sangku yang digunakan untuk memohon tirta Sudhamala, (7). Permata
putih dimasukkan kedalam sangku
tirta Kamandalu, (8). Permata warna cokelat dimasukkan kedalam sangku tirta Maha Jnanam, (9). Permata
warna brumbun dimasukkan kedalam sangku tirta Sanjiwani, (Putrawan,
2015:8). Pendapat senada juga di uraikan dalam majalah Nuansa Bali, (1). batu mulia
ster 1 dan 2 digunakan oleh orang umum, (2). Ster 3 digunakan oleh orang yang
sudah ekajati (pemangku), (3). Ster 5 digunakan para balian atau penyembuh, (4).
Ster 6 digunakan oleh para pedagang, (5). Ster 7 digunakan oleh para pemimpin,
(6). Ster 9 digunakan oleh para sulinggih, (Kori Agung,2015:3).
Berdasarkan
beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan batu mulia yakni
sebagai mata cincin, hiasan pratima, gelung raja dan sulinggih, digunakan sebagai monmon, pedagingan pelinggih, sebagai
tangkai keris, sebagai obat penawar racun, digunakan dalam prosesi pembuatan
tirta, juga digunakan berdasarkan jumlah ster yang dimiliki oleh masing-masing
batu mulia.
Om, Shanti, Shanti, Shanti, Om,
A No Badrah Krtawo
Yantu Wiswatah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar