Rabu, 08 April 2020

KEPEMIMPINAN HINDU



KEPEMIMPINAN HINDU
(Perspektif Asta Bratha)

 Oleh: I Wayan Putu Januartawa, S.Pd.
 
Om Swastyastu
Om Awighnam astu Namasiwa Budhaya.

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia dalam menjalankan hidup pasti mempunyai tujuan. Tujuan itu berupa kebahagiaan baik lahir maupun batin. Dalam menjalankan hidupnya, selain bertindak sebagai mahluk individu manusia juga merupkan mahluk sosial yang  hidupnya juga bergantung kepada manusia yang lain juga saling mempenggaruhi satu sama yang lain. Oleh karena itu manusia cenderung hidup berkelompok. Setiap kelompok memiliki tujuan masing- masing karena itu, maka setiap kelompok harus memiliki sosok yang dapat menggerakan anggotanya yaitu sesosok pemimpin.

Secara umum seorang pemimpin dalam kepemimpinannya merupakan proses yang menggerakkan , member motivasi dan mengarahkan orang-orang dalam organisasi tersebut. Hal ini dapat kita temukan dalam teori kepemimpinan yakni: (1) Ing ngarso sintulodo (di depan memberi contoh), (2) Ing madiyo Mangun Karso (di tengah memberi semangat) dan (3) Tut Wuri Handayani (di belakang memberi semangat). Seorang pemimpin juga harus mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama antara pemimpin yang satu dengan yang lainnya. Hal ini sang tergantung dari kelebihan- kelebihan yang dimiliki setiap pemimpin untuk menggerakkan anggotanya dalam mencapai tujuan yang telah disepakati.
Jika kita amati dewasa ini ,banyak sekali pemimpin yang tidak mencerminkan dirinya sebagai seorang pemimpin. Banyak sekali diantara mereka yang lebih mementingkan kepentingan, kesejahteraan pribadi atau golongannya dari pada kepentiningan masyarakatnya. Padahal secara teori pemimpin harus dapat mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi. Karena sikap yang demikian, intensitas kepercayaan masyarakat terhadap para pemimpin akhir-akhir ini sangatlah rendah berbeda halnya dengan kepemimpinan pada masa kerajaan Hindu dulu. Pemimpin sangat di percaya sepenuhnya bahkan banyak dari pemimpin yang di percaya sebagai titisan dewa misalnya Raja Erlangga yang di percaya sebagai titisan dewa Wisnu. Hal ini di karenakan dalam menjalankan kepemimpinannya Erlangga memiliki karakter yang muliya dan  mementingkan kepentingan rakyatnya. Namun, jika melihat karakter dari pemimpin yang sekarang maka bisa dikatakan pemimpin jaman sekarang jauh dari pemimpin yang ideal dan muliya. Dalam kesempatan ini penulis mencoba memaparkan seperti apa sebenaraya pemimpin yang ideal menurut Agama Hindu. Karena Agama Hindu yang merupakan agama yang banyak sekali mengajarkan tuntunan hidup banyak sekali memaparkan konsep tentang kepemimpinan dan ketatanegaraan yang dapat kita temukan di Weda, Nitisastra, Wiracerita maupun yang terdapat dalam  Lontar-lontar.

II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pemimpin
Dalam bahasa Indonesia "pemimpin" sering disebut pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara. Istilah pemimpin, kemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang sama "pimpin". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pmimpin menunuk pada seseorang yang di tugaskan memimpin (KBBI 684:1990. BP). Jadi,  pemimpin merupakan seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
Kepemimpinan adalah proses memimpin, memanage, mengatur, menggerakkan dan menjalankan suatu organisasi, lembaga, birokrasi dan sebagainya. Kepemimpinan juga bermakna suatu nilai yang sulit diukur karena berhubungan dengan  proses kejiwaan, hal ini berhubungan dengan kepemimpinan sebagai kewibawaan. Dalam kepemimpinan selalu ada pembagian kekuatan yang tidak seimbang antara pemimpin dengan yang dipimpin. Oleh karena itu seorang pemimpin harus memiliki sesuatu yang lebih daripada yang dipimpin, pemimpin adalah teladan, panutan, yang pantas dicontoh oleh anggotanya.
Hindu mengajarkan dalam Kautilya Arthasastra tentang tujuan proses kepemimpinan sebagai berikut. “Apa yang membuat raja senang  bukanlah kesejahteraan, tetapi yang membuat rakyat sejahtera itulah kesenangan seorang raja”. Implikasi dari pernyataan ini bahwa tujuan dan makna kesuksesan sebuah proses kepemimpinan adalah apabila tercipta kesejahteraan bagi seluruh anggota organisasi, bahkan lebih luas adalah kebahagiaan dunia (sukanikang rat).
Sejarah kepemimpinan Hindu selalu menampilkan sosok seorang pemimpin sebagai keturunan dari Dewa. Hal ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin selayaknya memiliki sifat-sifat kedewataan. Sifat-sifat kedewataan adalah menerangi (dev: sinar), melindungi (bhatara: pelindung) pemelihara (visnu:pemelihara). Oleh sebab itu tidak mengherankan jika para raja terdahulu di Jawa misalnya, Sri Airlangga digambarkan sebagai perwujudan Wisnu yang menaiki burung Garuda (Garuda Wisnu Kencana). Garuda adalah simbol pembebasan, simbol kemerdekaan, bahwa seorang pemimpin harus dapat membebaskan rakyatnya dari segala ke-papa-an dan ke-duka-an.
Wisnu adalah simbol pelindung, pemelihara Maha Agung, yang mampu melindungi seluruh rakyat dari segala ancaman dan gangguan, menciptakan rasa aman dan tenteram bagi masyarakat. Sementara itu, kencana adalah simbol kewibawaan, kemegahan, kekayaan, inilah kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang raja, yaitu bala (kekuatan), kosa (kekayaan) dan wahana (fasilitas), jika seorang pemimpin tidak memiliki ini semua maka dia akan ditinggalkan oleh rakyatnya. Untuk itu dalam makalah singkat ini akan dibahas sifat-sifat dewa, Asta Brata yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin sebagai etika kepemimpinan.

2.2 Kepemimpinan Perspektif Asta Brtha
Dalam Manawadharmasastra dijelaskan bahwa seorang pemimpin harus menanamkan delapan sifat dewa di dalam dirinya yang disebut Asta Brata. Di samping itu ajaran Asta Brata juga terdapat dalam Itihasa Ramayana, yaitu pelajaran Sri Rama kepada Wibhisana pasca kekalahan Alengka dalam perang Rama-Rahwana. Kedelapan sifat Dewa dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Indra Bratha
Dewa Indra adalah raja dari para dewa, yang tinggal di Kahyangan Kaendran simbol kekayaan (harta), simbol kekuasaan (tahta) dan simbol kesenangan seksual, semua bidadari tercantik ada di Kaendran (wanita). Ketiga-tiganya harus dimiliki oleh seorang pemimpin besar dan rupanya hal ini diterapkan dalam kerajaan-kerajaan Hindu di India, Jawa, dan Bali pada masa lalu. Dengan kewibawaanlah seorang pemimpin disegani oleh lawan maupun kawan. Dalam Kesusasteraan Veda, Dewa Indra dipuja dalam dua aspek, yaitu sebagai Dewa Hujan dan Dewa Perang. Hujan adalah air yang sangat diharapkan bagi petani untuk memulai bercocok tanam, dari bercocok tanamlah petani memperoleh makanan, tercukupinya sandang dan perumahan, inilah kesejahteraan. Oleh sebab itu Dewa Indra adalah simbol kesejahteraan. Seorang pemimpin harus selalu berfikir, berkata, dan berbuat untuk mengusahakan kesejahteraan rakyatnya. Ketiga aspek Tri Kaya Parisudha dalam etika Hindu harus diterapkan oleh pemimpin dalam mengusahakan kesejahteraan rakyatnya. Dewa Indra juga dipuja sebagai Dewa perang, penakluk musuh yang utama. Dalam hal ini seorang pemimpin haruslah menjadi pelindung bagi rakyatnya, yang mampu memberikan keamanan dan kenyamanan bagi rakyat. Musuh bukan saja pengganggu dari luar atau pemberontak, melainkan musuh dalam diri. Ini bermakna bahwa seorang raja haruslah mampu mengendalikan dirinya dari musuh-musuh yang ada dalam diri (sad ripu), sehingga pemimpin menjadi teladan bagi rakyatnya dalam hal pengendalian diri.
2.      Yama Bratha
Dewa Yama atau di Bali dikenal dengan nama Yamadhipati adalah Dewa yang bertugas untuk mencabut nyawa manusia. Dalam bertugas Dewa Yama dibantu oleh seorang pencatat segala dosa manusia, yaitu Sang Suratma. Dewa Yama juga bertugas sebagai penghukum semua kesalahan manusia, penjaga neraka. Dewa Yama adalah seorang pengadil yang tidak pernah pilih kasih apalagi tebang pilih. Seorang hakim agung yang tidak pernah salah dalam mengambil keputusan. Demikianlah sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu memberikan keadilan kepada rakyatnya. Dalam manajemen modern sifat Dewa Yama dapat diterapkan dengan memberikan reward and punishment secara tepat kepada anggota yang berjasa bagi laju organisasi dan hukuman kepada yang bersalah.
3.      Surya Bratha
Surya atau Matahari adalah sinar maha agung, daripada-Nya segala kehidupan mungkin bertahan dan berkelanjutan. Surya juga dikatakan sebagai Saksi Agung Tri Bhuwana, tidak ada satupun kejadian didunia ini yang tidak Beliau ketahui. Itulah makna mantra Surya Raditya yang menyatakan bahwa Dewa Surya adalah saksi dari segala perbuatan manusia, baik perbuatan buruk maupuk baik, subha dan asubha karma. Surya adalah Sinar yang paling utama di dunia, menyinari seluruh jagad raya tanpa kecuali. Dalam kepemimpinan Hindu, sifat Dewa Surya yang harus diteladani adalah memberikan sinar kehidupan bagi seluruh rakyatnya tanpa kecuali. Kesejahteraan bagi seluruh rakyat adalah tugas seorang pemimpin. Sifat Dewa Surya yang lain adalah menghisap pajak dari rakyat, tetapi rakyat tidak merasa tersakiti. Demikian dicontohkan oleh sinar matahari yang menyinari/memanasi air laut, menyerap uap air ke udara, menjadi awan, awan menjadi hujan, dan air hujan yang jatuh dipegunungan kembali ke laut. Laut tidak merasa matahari memanasinya, semua berlaku seperti proses alam, simbiosis mutualisme. Demikian juga semestinya hubungan antara seorang pemimpin dengan yang dipimpin.
4.      Candra Bratha
Candra atau Bulan adalah Dewa yang menyinari di kala malam hari. Malam adalah saat gelap, sisi gelap kehidupan manusia. Bulan adalah sinar, tetapi tidak pernah memberikan rasa panas bagi yang disinari berbeda dengan Matahari. Keduanya, antara sisi gelap dan bulan selalu berdampingan karena Bulan tidak pernah hadir saat siang, dia selalu hadir saat malam. Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa ada dua sifat bulan yang perlu diteladani oleh seorang pemimpin. Pertama, seorang pemimpin haruslah memberikan penerangan di saat kesusahan menimpa rakyatnya. Dalam skup yang lebih kecil misalnya dalam organisasi kelurahan, seorang lurah wajib mengerti kesusahan yang menimpa staf atau warga kelurahan dan mampu memberikan solusi bagi kesusahan mereka atau setidaknya memberikan penerangan dan kekuatan mental kepada yang sedang tertimpa kesusahan. Di samping itu, bulan juga menyimbolkan sinar kesejukan. Seorang pemimpin harus memberikan kesejukan bagi rakyatnya. Tutur kata dan perbuatan seorang pemimpin haruslah menyejukkan bagi rakyatnya. Jadi, nilai etika Hindu dalam kepemimpinan. Candra Brata adalah memberikan kesejukan bagi rakyatnya, menghilangkan kesesahan yang menimpa rakyat.
5.      Bayu Bratha
Bayu atau angin selalu memenuhi ruang, tidak ada satupun ruang yang tidak terisi oleh angin. Dia memberikan kehidupan dalam wujud nafas, memenuhi ruang dan tidak menyisakan satupun ruang yang tidak terjamah olehnya. Demikian halnya dengan seorang pemimpin, layaknya berlaku seperti angin, yaitu mampu membaca seluruh pikiran dan kehendak rakyat tanpa kecuali. Seorang pemimpin haruslah memiliki kepekaan terhadap keinginan dan kehendak rakyat.
6.      Kuwera Bratha
Kuwera dalah Dewa kekeyaaan. Dalam hal kepemimpinan, Kuwera Brata berarti seorang pemimpin haruslah selalu tampil elegan. Harga diri seorang pemimpin adalah dari penampilannya. Bukan berarti seorang pemimpin harus berpenampilan serba mewah yang justeru menimbulkan gap antara pemimpin dan yang dipimpin. Penampilan, tata cara berpakaian adalah hal yang juga diajarkan dalam etika Hindu yaitu berpenampilan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi di mana penampilan seperti itu harus hadir.
7.      Baruna Bratha
Baruna adalah dewa laut, laut adalah simbol keluasan tanpa batas. Laut adalah penamping semua kekotoran yang dibawa oleh aliran sungai, tetapi laut tidak pernah terkotori malahan mampu menyucikan semua kotoran itu. Demikianlah pikiran seorang pemimpin, pemimpin haruslah berpikiran luas, mampu menampung semua kesalahan-kesalahan, kejahatan-kejahatan yang dilakukan atau ditimpakan kepada dirinya dan selanjutnya mensucikan semua kekotoran itu sehingga semua menjadi suci. Seorang pemimpin tidak layak memvonis bahwa rakyatnya yang berlaku tidak baik selamanya akan tidak baik, melainkan memberikan bimbingan terus menerus kepada mereka sehingga nantinya menjadi orang baik. Demikianlah sifat laut yang harus diteladani oleh seorang pemimpin.
8.      Agni Bratha
Agni atau api bersifat membakar. Dalam hal kepemimpinan sifat api atau agni bermakna membakar semangat rakyat untuk maju dan menuju ke arah progresif, ke masa depan yang lebih baik. Perilaku seorang pemimpin haruslah senantiasa memberikan teladan-teladan kepada anggotanya agar selalu bekerja-bekerja dan bekerja demi kemajuan organisasi yang dipimpin. Dalam manajemen modern hal ini bisa dilakukan dengan membuat inovasi-inovasi gaya kepemimpinan, misalnya mengadakan role play, refreshing, dan sebagainya yang pada dasarnya melepaskan semua kejenuhan dan membangun semangat baru dan motivasi kerja menjadi lebih baik.

III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Kepemimpinan dalam Hindu merupakan hal yang sangat terkait dengan etika karena berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan manusia lain, yaitu antara pemimpin dengan yang dipimpin.
3.1.2   Hindu mengajarkan bahwa ada delapan sifat Dewata (Asta Brata) sebagai simbol-simbol kepemimpinan yang harus diteladani.
3.1.2   Kepemimpinan dan Etika Hindu bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan jasmani dan rohani berdasarkan dharma, moksartham jagadhita ya ca iti dharma.

Om, Shanti, Shanti, Shanti, Om,
Om A No Badrah Krtawo Yantu Wiswatah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar