KEPEMIMPINAN HINDU
(Perspektif
Asta Bratha)
Oleh: I Wayan Putu Januartawa, S.Pd.
Om Swastyastu
Om Awighnam astu Namasiwa Budhaya.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia dalam menjalankan hidup pasti
mempunyai tujuan. Tujuan itu berupa kebahagiaan baik lahir maupun batin. Dalam
menjalankan hidupnya, selain bertindak sebagai mahluk individu manusia juga
merupkan mahluk sosial yang hidupnya
juga bergantung kepada manusia yang lain juga saling mempenggaruhi satu sama
yang lain. Oleh karena itu manusia cenderung hidup berkelompok. Setiap kelompok
memiliki tujuan masing- masing karena itu, maka setiap kelompok harus memiliki
sosok yang dapat menggerakan anggotanya yaitu sesosok pemimpin.
Secara umum seorang pemimpin dalam
kepemimpinannya merupakan proses yang menggerakkan , member motivasi dan
mengarahkan orang-orang dalam organisasi tersebut. Hal ini dapat kita temukan
dalam teori kepemimpinan yakni: (1) Ing ngarso sintulodo (di depan memberi
contoh), (2) Ing madiyo Mangun Karso (di tengah memberi semangat) dan (3) Tut
Wuri Handayani (di belakang memberi semangat). Seorang pemimpin juga harus
mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama antara pemimpin yang satu dengan yang
lainnya. Hal ini sang tergantung dari kelebihan- kelebihan yang dimiliki setiap
pemimpin untuk menggerakkan anggotanya dalam mencapai tujuan yang telah
disepakati.
Jika kita amati dewasa ini ,banyak sekali
pemimpin yang tidak mencerminkan dirinya sebagai seorang pemimpin. Banyak
sekali diantara mereka yang lebih mementingkan kepentingan, kesejahteraan
pribadi atau golongannya dari pada kepentiningan masyarakatnya. Padahal secara
teori pemimpin harus dapat mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan
pribadi. Karena sikap yang demikian, intensitas kepercayaan masyarakat terhadap
para pemimpin akhir-akhir ini sangatlah rendah berbeda halnya dengan
kepemimpinan pada masa kerajaan Hindu dulu. Pemimpin sangat di percaya
sepenuhnya bahkan banyak dari pemimpin yang di percaya sebagai titisan dewa
misalnya Raja Erlangga yang di percaya sebagai titisan dewa Wisnu. Hal ini di
karenakan dalam menjalankan kepemimpinannya Erlangga memiliki karakter yang
muliya dan mementingkan kepentingan
rakyatnya. Namun, jika melihat karakter dari pemimpin yang sekarang maka bisa
dikatakan pemimpin jaman sekarang jauh dari pemimpin yang ideal dan muliya.
Dalam kesempatan ini penulis mencoba memaparkan seperti apa sebenaraya pemimpin
yang ideal menurut Agama Hindu. Karena Agama Hindu yang merupakan agama yang
banyak sekali mengajarkan tuntunan hidup banyak sekali memaparkan konsep
tentang kepemimpinan dan ketatanegaraan yang dapat kita temukan di Weda, Nitisastra,
Wiracerita maupun yang terdapat dalam Lontar-lontar.
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pemimpin
Dalam bahasa Indonesia "pemimpin"
sering disebut pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus,
penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan
istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang
berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.
Istilah pemimpin, kemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar
yang sama "pimpin". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pmimpin
menunuk pada seseorang yang di tugaskan memimpin (KBBI 684:1990. BP). Jadi, pemimpin merupakan seorang pribadi yang
memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang
sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
Kepemimpinan adalah proses memimpin, memanage, mengatur, menggerakkan dan
menjalankan suatu organisasi, lembaga, birokrasi dan sebagainya. Kepemimpinan
juga bermakna suatu nilai yang sulit diukur karena berhubungan dengan proses kejiwaan, hal ini berhubungan dengan
kepemimpinan sebagai kewibawaan. Dalam kepemimpinan selalu ada pembagian
kekuatan yang tidak seimbang antara pemimpin dengan yang dipimpin. Oleh karena
itu seorang pemimpin harus memiliki sesuatu yang lebih daripada yang dipimpin,
pemimpin adalah teladan, panutan, yang pantas dicontoh oleh anggotanya.
Hindu mengajarkan dalam Kautilya Arthasastra tentang tujuan proses kepemimpinan sebagai
berikut. “Apa yang membuat raja senang
bukanlah kesejahteraan, tetapi yang membuat rakyat sejahtera itulah
kesenangan seorang raja”. Implikasi dari pernyataan ini bahwa tujuan dan makna
kesuksesan sebuah proses kepemimpinan adalah apabila tercipta kesejahteraan
bagi seluruh anggota organisasi, bahkan lebih luas adalah kebahagiaan dunia
(sukanikang rat).
Sejarah kepemimpinan Hindu selalu
menampilkan sosok seorang pemimpin sebagai keturunan dari Dewa. Hal ini
menggambarkan bahwa seorang pemimpin selayaknya memiliki sifat-sifat
kedewataan. Sifat-sifat kedewataan adalah menerangi (dev: sinar), melindungi
(bhatara: pelindung) pemelihara (visnu:pemelihara). Oleh sebab itu tidak
mengherankan jika para raja terdahulu di Jawa misalnya, Sri Airlangga
digambarkan sebagai perwujudan Wisnu yang menaiki burung Garuda (Garuda Wisnu
Kencana). Garuda adalah simbol pembebasan, simbol kemerdekaan, bahwa seorang
pemimpin harus dapat membebaskan rakyatnya dari segala ke-papa-an dan
ke-duka-an.
Wisnu adalah
simbol pelindung, pemelihara Maha Agung, yang mampu melindungi seluruh rakyat
dari segala ancaman dan gangguan, menciptakan rasa aman dan tenteram bagi
masyarakat. Sementara itu, kencana adalah simbol kewibawaan, kemegahan,
kekayaan, inilah kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang raja, yaitu bala
(kekuatan), kosa (kekayaan) dan wahana (fasilitas), jika seorang pemimpin tidak
memiliki ini semua maka dia akan ditinggalkan oleh rakyatnya. Untuk itu dalam
makalah singkat ini akan dibahas sifat-sifat dewa, Asta Brata yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin sebagai etika
kepemimpinan.
2.2 Kepemimpinan
Perspektif Asta Brtha
Dalam Manawadharmasastra
dijelaskan bahwa seorang pemimpin harus menanamkan delapan sifat dewa di dalam
dirinya yang disebut Asta Brata. Di samping itu ajaran Asta Brata juga terdapat dalam Itihasa
Ramayana, yaitu pelajaran Sri Rama kepada Wibhisana pasca kekalahan Alengka
dalam perang Rama-Rahwana. Kedelapan sifat Dewa dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1.
Indra Bratha
Dewa
Indra adalah raja dari para dewa, yang tinggal di Kahyangan Kaendran simbol
kekayaan (harta), simbol kekuasaan (tahta) dan simbol kesenangan seksual, semua
bidadari tercantik ada di Kaendran
(wanita). Ketiga-tiganya harus dimiliki oleh seorang pemimpin besar dan rupanya
hal ini diterapkan dalam kerajaan-kerajaan Hindu di India, Jawa, dan Bali pada
masa lalu. Dengan kewibawaanlah seorang pemimpin disegani oleh lawan maupun
kawan. Dalam Kesusasteraan Veda, Dewa
Indra dipuja dalam dua aspek, yaitu sebagai Dewa Hujan dan Dewa Perang. Hujan
adalah air yang sangat diharapkan bagi petani untuk memulai bercocok tanam,
dari bercocok tanamlah petani memperoleh makanan, tercukupinya sandang dan
perumahan, inilah kesejahteraan. Oleh sebab itu Dewa Indra adalah simbol
kesejahteraan. Seorang pemimpin harus selalu berfikir, berkata, dan berbuat
untuk mengusahakan kesejahteraan rakyatnya. Ketiga aspek Tri Kaya Parisudha dalam etika Hindu harus diterapkan oleh pemimpin
dalam mengusahakan kesejahteraan rakyatnya. Dewa Indra juga dipuja sebagai Dewa
perang, penakluk musuh yang utama. Dalam hal ini seorang pemimpin haruslah
menjadi pelindung bagi rakyatnya, yang mampu memberikan keamanan dan kenyamanan
bagi rakyat. Musuh bukan saja pengganggu dari luar atau pemberontak, melainkan
musuh dalam diri. Ini bermakna bahwa seorang raja haruslah mampu mengendalikan
dirinya dari musuh-musuh yang ada dalam diri (sad ripu), sehingga pemimpin
menjadi teladan bagi rakyatnya dalam hal pengendalian diri.
2.
Yama Bratha
Dewa
Yama atau di Bali dikenal dengan nama Yamadhipati
adalah Dewa yang bertugas untuk mencabut nyawa manusia. Dalam bertugas Dewa
Yama dibantu oleh seorang pencatat segala dosa manusia, yaitu Sang Suratma.
Dewa Yama juga bertugas sebagai penghukum semua kesalahan manusia, penjaga
neraka. Dewa Yama adalah seorang pengadil yang tidak pernah pilih kasih apalagi
tebang pilih. Seorang hakim agung yang tidak pernah salah dalam mengambil
keputusan. Demikianlah sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu
memberikan keadilan kepada rakyatnya. Dalam manajemen modern sifat Dewa Yama
dapat diterapkan dengan memberikan reward and punishment secara tepat kepada
anggota yang berjasa bagi laju organisasi dan hukuman kepada yang bersalah.
3.
Surya Bratha
Surya
atau Matahari adalah sinar maha agung, daripada-Nya segala kehidupan mungkin
bertahan dan berkelanjutan. Surya juga dikatakan sebagai Saksi Agung Tri
Bhuwana, tidak ada satupun kejadian didunia ini yang tidak Beliau ketahui.
Itulah makna mantra Surya Raditya
yang menyatakan bahwa Dewa Surya adalah saksi dari segala perbuatan manusia,
baik perbuatan buruk maupuk baik, subha dan asubha karma. Surya adalah Sinar
yang paling utama di dunia, menyinari seluruh jagad raya tanpa kecuali. Dalam kepemimpinan
Hindu, sifat Dewa Surya yang harus diteladani adalah memberikan sinar kehidupan
bagi seluruh rakyatnya tanpa kecuali. Kesejahteraan bagi seluruh rakyat adalah
tugas seorang pemimpin. Sifat Dewa Surya yang lain adalah menghisap pajak dari
rakyat, tetapi rakyat tidak merasa tersakiti. Demikian dicontohkan oleh sinar matahari
yang menyinari/memanasi air laut, menyerap uap air ke udara, menjadi awan, awan
menjadi hujan, dan air hujan yang jatuh dipegunungan kembali ke laut. Laut
tidak merasa matahari memanasinya, semua berlaku seperti proses alam, simbiosis
mutualisme. Demikian juga semestinya hubungan antara seorang pemimpin dengan
yang dipimpin.
4.
Candra Bratha
Candra
atau Bulan adalah Dewa yang menyinari di kala malam hari. Malam adalah saat
gelap, sisi gelap kehidupan manusia. Bulan adalah sinar, tetapi tidak pernah
memberikan rasa panas bagi yang disinari berbeda dengan Matahari. Keduanya,
antara sisi gelap dan bulan selalu berdampingan karena Bulan tidak pernah hadir
saat siang, dia selalu hadir saat malam. Dari uraian di atas dapat dijelaskan
bahwa ada dua sifat bulan yang perlu diteladani oleh seorang pemimpin. Pertama,
seorang pemimpin haruslah memberikan penerangan di saat kesusahan menimpa
rakyatnya. Dalam skup yang lebih kecil misalnya dalam organisasi kelurahan,
seorang lurah wajib mengerti kesusahan yang menimpa staf atau warga kelurahan
dan mampu memberikan solusi bagi kesusahan mereka atau setidaknya memberikan
penerangan dan kekuatan mental kepada yang sedang tertimpa kesusahan. Di samping
itu, bulan juga menyimbolkan sinar kesejukan. Seorang pemimpin harus memberikan
kesejukan bagi rakyatnya. Tutur kata dan perbuatan seorang pemimpin haruslah
menyejukkan bagi rakyatnya. Jadi, nilai etika Hindu dalam kepemimpinan. Candra
Brata adalah memberikan kesejukan bagi rakyatnya, menghilangkan kesesahan yang
menimpa rakyat.
5.
Bayu Bratha
Bayu
atau angin selalu memenuhi ruang, tidak ada satupun ruang yang tidak terisi
oleh angin. Dia memberikan kehidupan dalam wujud nafas, memenuhi ruang dan
tidak menyisakan satupun ruang yang tidak terjamah olehnya. Demikian halnya
dengan seorang pemimpin, layaknya berlaku seperti angin, yaitu mampu membaca
seluruh pikiran dan kehendak rakyat tanpa kecuali. Seorang pemimpin haruslah
memiliki kepekaan terhadap keinginan dan kehendak rakyat.
6.
Kuwera Bratha
Kuwera
dalah Dewa kekeyaaan. Dalam hal kepemimpinan, Kuwera Brata berarti seorang
pemimpin haruslah selalu tampil elegan. Harga diri seorang pemimpin adalah dari
penampilannya. Bukan berarti seorang pemimpin harus berpenampilan serba mewah
yang justeru menimbulkan gap antara pemimpin dan yang dipimpin. Penampilan,
tata cara berpakaian adalah hal yang juga diajarkan dalam etika Hindu yaitu
berpenampilan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi di mana penampilan seperti
itu harus hadir.
7.
Baruna Bratha
Baruna
adalah dewa laut, laut adalah simbol keluasan tanpa batas. Laut adalah
penamping semua kekotoran yang dibawa oleh aliran sungai, tetapi laut tidak
pernah terkotori malahan mampu menyucikan semua kotoran itu. Demikianlah
pikiran seorang pemimpin, pemimpin haruslah berpikiran luas, mampu menampung
semua kesalahan-kesalahan, kejahatan-kejahatan yang dilakukan atau ditimpakan
kepada dirinya dan selanjutnya mensucikan semua kekotoran itu sehingga semua
menjadi suci. Seorang pemimpin tidak layak memvonis bahwa rakyatnya yang
berlaku tidak baik selamanya akan tidak baik, melainkan memberikan bimbingan
terus menerus kepada mereka sehingga nantinya menjadi orang baik. Demikianlah
sifat laut yang harus diteladani oleh seorang pemimpin.
8.
Agni Bratha
Agni atau api
bersifat membakar. Dalam hal kepemimpinan sifat api atau agni bermakna membakar
semangat rakyat untuk maju dan menuju ke arah progresif, ke masa depan yang
lebih baik. Perilaku seorang pemimpin haruslah senantiasa memberikan
teladan-teladan kepada anggotanya agar selalu bekerja-bekerja dan bekerja demi
kemajuan organisasi yang dipimpin. Dalam manajemen modern hal ini bisa
dilakukan dengan membuat inovasi-inovasi gaya kepemimpinan, misalnya mengadakan
role play, refreshing, dan sebagainya yang pada dasarnya melepaskan semua
kejenuhan dan membangun semangat baru dan motivasi kerja menjadi lebih baik.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Kepemimpinan
dalam Hindu merupakan hal yang sangat terkait dengan etika karena berkaitan
dengan hubungan antara manusia dengan manusia lain, yaitu antara pemimpin
dengan yang dipimpin.
3.1.2 Hindu mengajarkan bahwa ada
delapan sifat Dewata (Asta Brata) sebagai simbol-simbol kepemimpinan yang harus
diteladani.
3.1.2 Kepemimpinan dan Etika Hindu bertujuan untuk
mendapatkan kebahagiaan jasmani dan rohani berdasarkan dharma, moksartham
jagadhita ya ca iti dharma.
Om, Shanti, Shanti, Shanti, Om,
Om A No Badrah
Krtawo Yantu Wiswatah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar