Rabu, 08 April 2020

TUMPEK LANDEP



TUMPEK LANDEP
(Makna Filosofi Tumpek Landep)

Oleh: I Wayan Putu Januartawa, S.Pd.
 
Om Swastyastu
Om Awighnam astu Namasiwa Budhaya.

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hari suci adalah hari yang diperingati atau diistimewakan, berdasarkan keyakinan bahwa hari itu mempunyai makna dan fungsi yang penting bagi kehidupan seorang atau masyarakat baik karena pengaruhnya, maupun karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan Kitab Suci maupun pengalaman tradisional, hari itu memberikan pengaruh terhadap kehidupan tingkat kesadaran manusia itu sendiri yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.

Pada hakekatnya semua agama memiliki hari suci atau hari-hari besar keagamaan. Demikian pula Agama Hindu banyak sekali mempunyai hari-hari suci keagamaan, seperti Hari Suci Nyepi, Galungan, Kuningan, Saraswati, Siwaratri, dan yang lainya. Hari suci bagi Umat Hindu merupakan hari yang sangat baik untuk melakukan pemujaan kehadapan Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa, beserta segala manifestasi-Nya. Oleh karena itu pada hari tersebut merupakan hari yang baik untuk melaksanakan yadnya.
Untuk menentukan hari-hari suci didasarkan atas perhitungan wewaran, pawukon, pinanggal, panglong, dan sasih. Hal ini banyak dijelaskan dalam wariga, yaitu pedoman untuk mencari ala-ayuning dewasa (baik-buruknya hari).
Hari suci disebut pula dengan istilah Hari raya karena hari tersebut diperingati dan dirayakan dengan acara khusus dan istimewa oleh Umat Hindu dengan penuh khidmat. Hari suci di Bali disebut rahinan. Hari Suci keagamaan bagi Umat Hindu dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1.      Berdasarkan atas perhitungan sasih (pranata masa), seperti Hari Suci Nyepi dan Hari Suci Siwalatri.
2.      Berdasarkan pawukon (wuku), yaitu: Hari Suci Galungan, Hari Suci Kuningan, Hari Suci Saraswati dan Hari Suci Pagerwesi.
Kemudian secara mengkhusus ada lagi hari suci keagamaan yang berdasarkan Pawukon (wuku) yang dibedakan menjadi lima kelompok besar diantaranya:
(1) Buddha Kliwon, (2) Tumpek, (3) Buddha Wagne / Buddha Cemeng, (4) Anggara Kasih dan (5) Saniscara Umanis. Untuk memahami rangkaian pelaksanaan hari suci, terlebih dahulu harus mengetahui dan hafal dengan nama-nama sasih, wewaran, wuku dan tahun saka.

II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hari Suci Tumpek Landep
Di dalam ajaran Acara Agama Hindu, memiliki beberapa Hari Suci Tumpek yang memiliki fungsi dan makna berbeda-beda. Mengenai makna dari Hari Suci Tumpek, dapat dijelaskan berdasarkan kosa kata “Tumpek” berasal dari kata “Tampa” yang artinya turun (Kamus Jawa Kuno Indonesia), kata tampa mendapat sisipan Um, menjadilah kata “Tumampa”. Dari kata tumampa mengalami perubahan konsonan, menjadi kata “Tumampak” yang artinya berpijak, kemudian mengalami perubahan menjadi kata keterangan keadaan sehingga menjadi kata “Tumampek” yang mengandung arti dekat. Kemudian kata Tumampek mengalami persenyawaan huruf “M”, sehingga menjadi kata “Tumpek”. Dengan demikian Hari Suci Tumpek adalah mengandung pengertian dan makna bahwa pada Hari Suci Tumpek merupakan hari peringatan turunnya kekuatan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi ke dunia.
Hari Suci Tumpek Landep adalah hari yang dikhususkan untuk memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dalam wujudnya sebagai Dewa Pasupati. Tumpek Landep diperingati pada Saniscara Kliwon Wuku Landep setiap 6 bulan sekali menurut perhitungan kalender Bali. Pelaksanaan upacara Tumpek Landep dilaksanakan di Bali karena mengandung hakekat dan makna yang tinggi dan sangat berhubungan dengan kehidupan manusia di dunia terutama mengenai intelegensi manusia, karena manusia itu sendiri adalah termasuk makhluk religius yang selalu berhubungan dengan kekuatan supra natural.
Dari kata Landep sendiri mengandung pengertian tajam atau ketajaman. Tumpek Landep adalah ungkapan rasa terima kasih Umat Hindu khususnya di Bali terhadap Ida Sang Hyang Widi Wasa yang turun  ke dunia  dan memberikan ketajaman pemikiran kepada manusia. Adapun ketajaman itu layaknya senjata yang berbentuk lancip/runcing seperti keris, tombak dan pedang.
Upacara ini terus dilakukan secara turun temurun sampai saat ini, dimana pada masa sekarang tidak hanya senjata yang terbuat dari besi namun barang/alat lain yang mengandung unsur besi atau benda dapat bergerak terbuat dari logam seperti sepeda motor, mobi dan alat-alat rumah tangga. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Hari Suci Tumpek Landep adalah mengandung arti permohonan, ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada  Sang Pencipta yang telah memberikan kemudahan, anugrah dan ketajaman pikiran, di hari ini juga manusia dan Umat Hindu khususnya di Bali di ajarkan agar dapat mempergunakan dan memanfaatkan benda yang terbuat dari logam untuk kesejahteraan dan kemakmuran dalam menjalankan  kehidupan.

2.2 Makna Filosofi Tumpek Landep
Makna Hari Suci Tumpek Landep dapat dijelaskan sebagai berikut berdasarkan pada sumber-sumber sastra Agama Hindu serta dari makna yang terkandung di dalam sebutan Pasupati. Kata Pasupati berasal dari kata “Pasu” dan “Pati” kemudian kata pasu dapat diartikan “Sato” dan untuk mendapatkan maknanya maka kata Sato dapat dihubungkan dengan Tattwa, menjadilah kata “Sattwa”. Sedangkan kata sattwa berasal dari suku kata “Sat” dan “Twa”,dengan demikian kata Sat dapat diartikan “Inti” sedangkan suku kata Twa dapat diartikan “Kebenaran”.
Demikian juga kata Pati dapat diartikan “Sumber” oleh karena itu maksud dari kata Pasupati adalah “kekuatan yang timbul, tetap bersumber pada kebenaran”. Pada pelaksanaan upacara Tumpek Landep juga mempergunakan uparengga (simbul suci) yang bersifat tajam yaitu sebilah “senjata keris” karena keris ini memiliki tiga buah mata pisau yaitu:
1.      Rai keris sebelah kanan sebagai nyasa simbol kekuatan Hyang Brahma memiliki kekuatan “Sakti”.
2.      Rai keris sebelah kiri sebagai simbol kekuatan Hyang Wisnu memiliki kekuatan “Sidi”.
3.      Pada ujung keris adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Siwa memiliki kekuatan “Mandhi”.
Dari ketiga kekuatan tadi tidak hanya bersifat spiritual saja namun juga bersifat nyata, seperti kata “Sidhi” juga dapat diartika “Sidha” yang maksudnya kebersihan, sedangkan kata “Sakti” dapat diartikan “Sakta” yang dimaksudkan ada, dan kata “Mandhi” dapat diartikan “Mandha” yang maksudnya selalu mengalir. Dengan demikian segala bentuk anugrah dari Ida Sang Hyang Widhi kedunia selalu bersifat “Wahya” dan “Diatmika” (sekala niskala). Sehubungan dengan simbol senjata keris adalah merupakan budaya Hindu yang mengandung nilai-nilai tattwa yang sangat tinggi dan sakral, karena setiap ada kegiatan Upacara Hindu lebih sering disertakan dengan sebilah keris seperti upacara mendem pedagingan, upacara tebasan penampahan, pawiwahan, dan  memakuh (sudarsana, 2003: 18). Adapun sarana dan prasarana dalam Tumpek Landep yaitu :
1.    Upakara munggah di kemulan
·         Pejati lengkap asoroh
·         Tumpeng abang 2 bungkul lengkap dengan rerasmen, dengan sampian tumpeng, penyeneng semuanya memakai sarana daun endong bang.
·         Canang pesucian
2.   Upakara ayaban sinestane mempergunakan tumpeng 5 bungkul
·         Banten sesayut pasupati
·         Banten prayascita
·         Bayekawonan
·         Segehan abang 1 tanding
2.3 Tata Cara Pelaksanaan Tumpek Landep
Dalam hubungannya dengan pelaksanaan ajaran Agama Hindu, kata ācāra sering diberi awalan upa, yang bermakna sekitar sehingga kata upācāra bermakna sekitar tata cara pelaksanaan Agama Hindu. Dengan demikian Acāra Agama Hindu menyangkut persoalan sekitar tempat upacara (lokasi), saat upacara (durasi), suasana upacara (situasi), rangkaian upacara (prosesi), ucapan-upacara (resitasi), alat upacara (sakramen), dan bunyi-bunyian upacara (instrumen). Akan tetapi dalam pelaksanaannya upācāra Agama Hindu terkadang menunjukkan adanya perbedaan di berbagai daerah sesuai dengan sima atau drsta-nya masing-masing.
Acara dalam maknanya sebagai kebiasaan memang memiliki arti yang kurang lebih sama dengan kata ”drsta”. Drsta berasal dari urat kata Sansekerta ”drs” yang berarti memandang atau melihat. Kemudian, kata ”drsta” memiliki makna konotatif yang sama dengan tradisi (Sudharma, 2000). Acara atau Drsta dibagi menjadi 5 (lima), yaitu:
1.      Sastra drsta berarti tradisi yang bersumber pada pustaka suci atau sastra agama Hindu
2.      Desa drsta berarti tradisi agama yang berlaku dalam suatu wilayah tertentu
3.      Loka drsta adalah tradisi agama yang berlaku secara umum dalam suatu wilayah
4.      Kuna/purwa drsta berarti tradisi agama yang bersifat turun-temurun dan diikuti secara terus menerus sejak lama
5.      Kula drsta adalah tradisi agama yang berlaku dalam keluarga tertentu saja
Perbedaan pelaksanaan ācāra agama karena perbedaan drsta ini hendaknya tidak menjadi masalah, tetapi sebaliknya menjadi kekuatan Hindu untuk menumbuh-kembangkan lokal jenius di setiap daerah sehingga Hindu dapat tampil dengan karakter lokal yang unik dan khas. Berkenaan dengan pelaksanaan upacara Tumpek Landep menurut isi Lontar Sundarigama di atas maka upacara ini difokuskan pada pemujaan Bhatara Siwa dalam manifestasi-Nya sebagai Sanghyang Pasupati. Adapun tata cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut.
Di Sanggah/Merajan dihaturkan tumpeng putih selengkapnya, lauknya ikannya ayam, grih trasibang (ikan asin dan terasi merah), sedah, dan woh (buah-buahan). Banten ini dipersembahkan kepada Bhatara Siwa. Dengan pangastawa-nya sebagai berikut:
Om Namah Siwaya sarwaya
Dewa-dewa ya wai namah
Rudraya bhuwanesaya
Siwa rupaya wai namah.
Pada sarana yang akan diupacarai (senjata, alat-alat dari besi, mobil, motor, dan sebagainya) dihaturkan sesayut jayeng prang, sesayut kusuma yudha, suci, daksina, peras, dan canang wangi-wangi. Dipersembahkan kepada Sanghyang Pasupati. Adapun pangastawa-nya sebagai berikut:
Om Namaste Bhagawan Wisno
Namaste Bhagawan Hare
Namaste Bhagawan Krsna
Jagat raksa namostute (Pasupati Stawa dikutip dari Pudharta, 2008: 10).
Om Sanghyang Pasupati Ang-Ung Mang ya namah svaha.
Om Brahma astra pasupati
Visnu astra pasupati
Siva astra pasupati
Om ya namah svaha.
Om Sanghyang Surya Chandra tumurun maring Sanghyang Aji Sarasvati-tumurun maring Sanghyang Gana, angawe pasupati maha sakti, angawe pasupati maha siddhi, angawe pasupati maha suci, angawe pangurip maha sakti, angawe pangurip maha siddhi, angawe pangurip maha suci, angurip sahananing raja karya teka urip, teka urip, teka urip.
Om Sanghyang Akasa Pertivi pasupati, angurip keris,
Om eka vastu avighnam svaha
Om Sang-Bang-Tang-Ang-Ing-Nang-Mang-Sing-Wang-Yang-Ang-Ung-Mang
Om Brahma pasupati
Om Visnu Pasupati
Om Siva sampurna ya namah svaha.

III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara konsepsi, pemujaan  pada Hari Suci Tumpek adalah kepada Sanghyang Pasupati. Selain itu, Tumpek Landep juga sebagai pujawali Batara Siwa yang berfungsi melebur atau mamralina. Tumpek Landep merupakan hari peringatan untuk memohon keselamatan ke hadapan Sang Hyang Widi Wasa dalam manifestasi-Nya sebagai Dewa Senjata atau peralatan yang dibuat dari besi, logam, perak, emas dan sejenisya yang dipergunakan oleh manusia dalam kehidupan.
Hari Suci Tumpek Landep adalah peringatan turunnya manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa ke dunia dengan prabawa Sang Hyang Pasupati untuk menganugrahkan intelegensia (IQ) kepada umat manusia di dunia.

Om, Shanti, Shanti, Shanti, Om,
Om A No Badrah Krtawo Yantu Wiswatah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar