Rabu, 08 April 2020

DAMPAK BUNUH DIRI PERSPEKTIF AGAMA HINDU




BUNUH DIRI
(Dampak Bunuh Diri Persektif Agama Hindu)  
 Oleh: I Wayan Putu Januartawa, S.Pd.

Om Swastyastu
Om Awighnam astu Namasiwa Budhaya.

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan dan kegagalan yang dialami manusia kadang kala membuat orang lupa akan kesadaran menjadi manusia, keberhasilan akan membuat manusia menjadi takabur, angkuh dan sombong namun sebaliknya kegagalan kadang-kadang datang sebagai kenyataan hidup yang harus dijalani bagi orang yang tidak siap dan goyah keyakinannya sehingga kegagalan bisa berakibat, akal, tidak jarang ada orang yang frustasi, rendah diri, stres, hilang semangat hidup dan bahkan bunuh diri.

Dalam ajaran Agama Hindu tidak membenarkan tindakan bunuh diri. Dalam Kitab Yayur Weda 40.3 disebutkan:
Asurya nama te loka adhena tamasavratah
tamse pretyapi gachati ye ke catmahano janah.”
Artinya:
”seseorang yang bunuh diri akan pergi ke asurya loka yang penuh dengan kegelapan.”
Pada sloka di atas telah memberikan tuntunan kepada kita sebagai Umat Hindu bahwa penjemaan ini adalah jembata emas untuk bisa lepas dan bebas dari lautan penderitaan melalui perbuatan baik sebab penjelmaan sebagai manusia sangat sulit didapat meskipun hina ataupun menderita, janganlah hal tersebut dijadikan jalan pintas untuk bunuh diri.

II. PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Manusia dan Bunuh Diri
Tindakan bunuh diri dinyatakan “Ulah Pati” sebagai perbuatan dosa, karena bertentangan dengan ajaran Dharma. Dharma mengajarkan kepada umat manusia untuk memperbaiki kehidupan ini dari perbuatan tidak baik menjadi baik/benar. Ulah Pati sangat tidak baik untuk dilakukan apalagi usia yang masih relatif muda. Sungguh disayangkan dan sia-sialah mereka yang mengambil jalan pintas melalui bunuh diri.
Bertambahnya tuntutan hidup membuat seseorang seringkali kehilangan akal sehat dan memaksanya untuk berpikir ekstra dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya,  baik primer maupun sekunder, jasmani dan rohani. Dalam keadaan seperti itu bagi yang tidak kuat secara psikis, emosi, mental dan spiritual akan menjadi beban secara kejiwaan yang lambat laun menjadi depresi hingga stroke yang berkepanjangan, sehingga acakali dipecahkan dengan caranya sendiri. Ada  beberapa indikator utama penyebab orang melakukan bunuh diri, seperti: masalah sosial ekonomi, asmara dan keinginan yang belum tercapai. Pada akhirnya suatu saat terhenti karena pikiran seakan buntu dalam keputus-asaan kemudian melakukan tindakan bunuh diri. Barangkali disinilah letak akar masalah kenapa dalam mencari solusi pemecahan masalah seseorang membuat keputusan sendiri? Jika saja kondisi psikis, emosi, mental dan spiritual seseorang tangguh, kokoh dan kuat maka tindakan konyol seperti bunuh diri bisa dihindari. Padahal kita juga tahu dan sadar, bahwa terlahir menjadi manusia merupakan kesempatan yang amat langka. Tetapi kesadaran ini sering terabaikan. Untuk itu kita perlu merenung kembali,tentang hakikat keutamaan kita sebagai manusia.
Suka duka yang dialami merupakan suatu kodrat yang timbul karena adanya hukum Rwa Bhineda. Semua tidak bisa lepas dari hukum ini, untuk itu ritme kehidupan manusia  akan senantiasa mengalami dinamika suka duka. Dalam Kita Bhagawadgita Bab XIII Sloka 8 disebutkan: setiap mahkluk yang dilahirkan sebagai manusia akan terbelenggu oleh enam kelemahan, yaitu:
1.      Dhuka    : Setiap orang mengalami sedih.
2.      Janma     : Setiap orang mengalami kelahiran.
3.      Vyadhi   : Setiap orang mengalami sakit.
4.      Jara         : Setiap orang mengalami tua.
5.      Dosa       : Setiap orang mengalami dosa.
6.      Mrtya     : Setiap orang mengalami kematian.
Dalam Kitab Sarasamuçcaya Sloka II disebutkan:
“Manusah sarvabhutesu varttate vai çubhaçubhe Açubhesu samavistam çubhesvevavakarayet.
Artinya:
“Diantara semua mahluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk; leburlah kedalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya (pahalanya) menjadi manusia.”

Sarasamuçcaya Sloka III:
“Upabhogaih parityaktam natmanamavasadayet, Candalatvepi manusyam sarvvatha tata durlabham.”
Artinya:
“Oleh karena itu, janganlah sekali-kali bersedih hati sekalipun hidupmu tidak makmur dilahirkan menjadi manusia itu, hendaklah menjadikan kamu berbesar hati, sebab amat sukar untuk dapat dilahirkan menjadi manusia, meskipun dilahirkan hina sekalipun.”
Sarasamuçcaya Sloka IV:
“Iyam hi yoning prathama yam prapya jagatipate, Atmanam çakyate tratum karmabhih çubhalaksanaih.”
Artinya:
“Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama sebab demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.”
Sarasamuçcaya Sloka VI:
“Sopanabhutam svargasya manusyam prapya durlabham, Tathatmanam samadayad dhvamseta na punaryatha.”
Artinya:
“Kesimpulannya, pergunakanlah sebaik-baiknya kesempatan menjelma menjadi manusia ini, kesempatan yang sungguh sulit diperoleh, yang merupakan tangga untuk pergi ke sorga; segala sesuatu yang menyebabkan agar tidak jatuh lagi, itulah hendaknya dilakukan.”
Bhagawadgita Adhyaya II .66:
Na’sti buddhir ayuktasya,
na ca yuktasya bhawana,
Na ca bhawayatah santir,
asantasya kutah sukham
Artinya:
“Tidak ada pikiran yang tidak terkendalikan Tidak ada konsentrasi yang tidak terkendalikan Tidak ada ketegangan untuk tidak memusatkan pikiran yang tidak tenang, dimana kebahagiaan itu. Sloka tadi mengisyaratkan bahwa kunci kebahagiaan adalah pikiran yang terkendali, konsentrasi yang terkendali, pemusatan pikiran, ketenangan pikiran.”
Bhagawadgita Adhyaya II. 67.
            Wayur nawan iwambhasi.”
Artinya:
“Sebaliknya pikiran yang tidak terkendali ibarat perahu hanyut dalam samudra terbawa angin demikian dinyatakan dalam.”
2.2 Kiat Pencegahan Bunuh Diri
Sebelum terjadi tindakan bunuh diri perlu diupayakan kiat pencegahan khususnya dalam perspektif Hindu:
2.2.1 Kiat Pembinaan Rohani
1.      Sembahyang secara rutin dengan kesadaran sendiri.
2.      Membaca kitab-kitab suci Weda terutama kata-kata mutiara yang dapat membangkitkan semangat hidup.
3.      Menerima hidup ini dengan ikhlas sebagai karma wasana.
4.      Sabar, jujur dan bersyukur.
5.      Bhakti terhadap orang tua.
6.      Mengasihi seluruh keluarga (Tat Twam Asi).
2.2.2 Kiat Pembinaan Fisik
1.      Berolah raga secara teratur.
2.      Makan dan minum yang sehat sesuai kebutuhan.
2.2.3 Kiat pembinaan Sosial Kemasyarakatan
1.      Komunikasi secara intens dalam pergaulan sosial.
2.      Memenuhi kebutuhan hidup sesuai kemampuan.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Tindakan bunuh diri bisa menimpa siapa saja, jika tidak kuat mengendalikan diri terutama mengendalikan pikiran maka bisa terjebak dalam kebingungan. Semua orang punya problem atau persoalan hidup bahkan mungkin lebih berat problem yang dihadapi orang lain dibandingkan dengan problem kita sendiri, dengan menyadari ini, maka akan terlepas dari rasa rendah diri dan putus asa.
3.1.2 Secara Psikologis, manusia memerlukan media untuk melepaskan semua hal yang menyebabkannya mengalami kebuntuan berpikir jernih dan masuk akal. Susastra Weda memberikan kita arahan, untuk mengatasinya, dan diantaranya yang dapat dilakukan guna menguatkan dan menghidarkan diri dari perbuatan-perbuatan konyol  seperti bunuh diri, adalah dengan membaca Sloka-sloka Kitab Suci Weda dan melantunkan Nama-nama Suci Tuhan dalam setiap kesempatan. Hal ini sangat  membantu mengendalikan lamunan yang tidak perlu. karena Sloka dan Mantra suci Weda ibarat kata-kata mutiara yang dapat memberikan motivasi dan semangat hidup. Memang kematian tidak dapat dihindari jika Tuhan menghendaki. Akan tetapi manusia diberi akal seyogyanya mampu menghadapi berbagai problem atau persoalan hidup.
Om, Shanti, Shanti, Shanti, Om,
Om A No Badrah Krtawo Yantu Wiswatah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar