TUMPEK KRULUT
(Makna
Filosofi Tumpek Krulut)
Oleh: I Wayan Putu Januartawa, S.Pd.
Om Swastyastu
Om Awighnam astu Namasiwa Budhaya.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hari
suci adalah hari yang diperingati atau diistimewakan, berdasarkan keyakinan
bahwa hari itu mempunyai makna dan fungsi yang penting bagi kehidupan seorang
atau masyarakat baik karena pengaruhnya, maupun karena nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Berdasarkan Kitab Suci maupun pengalaman
tradisional, hari itu memberikan pengaruh terhadap kehidupan tingkat kesadaran
manusia itu sendiri yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang terkandung di
dalamnya.
Pada hakekatnya semua agama memiliki hari
suci atau hari-hari besar keagamaan. Demikian pula Agama Hindu banyak sekali
mempunyai hari-hari suci keagamaan, seperti Hari Suci Nyepi, Galungan,
Kuningan, Saraswati, Siwaratri, dan yang lainya. Hari suci bagi Umat Hindu
merupakan hari yang sangat baik untuk melakukan pemujaan kehadapan Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa,
beserta segala manifestasi-Nya. Oleh karena itu pada hari tersebut merupakan
hari yang baik untuk melaksanakan yadnya.
Untuk menentukan hari-hari suci didasarkan
atas perhitungan wewaran, pawukon, pinanggal, panglong, dan sasih. Hal ini banyak dijelaskan dalam wariga, yaitu pedoman untuk mencari ala-ayuning dewasa (baik-buruknya hari).
Hari suci disebut pula dengan istilah Hari raya
karena hari tersebut diperingati dan dirayakan dengan acara khusus dan istimewa
oleh Umat Hindu dengan penuh khidmat. Hari suci di Bali disebut rahinan. Hari Suci keagamaan bagi Umat
Hindu dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1.
Berdasarkan atas perhitungan sasih (pranata masa), seperti Hari Suci Nyepi dan Hari Suci
Siwalatri.
2. Berdasarkan
pawukon (wuku), yaitu: Hari Suci
Galungan, Hari Suci Kuningan, Hari Suci Saraswati dan Hari Suci Pagerwesi.
Kemudian secara mengkhusus ada lagi hari
suci keagamaan yang berdasarkan Pawukon
(wuku) yang dibedakan menjadi lima kelompok besar diantaranya:
(1) Buddha Kliwon, (2) Tumpek,
(3) Buddha Wagne / Buddha Cemeng, (4) Anggara Kasih dan (5) Saniscara
Umanis. Untuk memahami rangkaian pelaksanaan hari suci, terlebih dahulu
harus mengetahui dan hafal dengan nama-nama sasih,
wewaran, wuku dan tahun saka.
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hari Suci Tumpek Krulut
Di dalam ajaran Acara Agama
Hindu, memiliki beberapa Hari Suci Tumpek yang memiliki fungsi dan makna
berbeda-beda. Mengenai makna dari Hari Suci Tumpek, dapat dijelaskan
berdasarkan kosa kata “Tumpek” berasal dari kata “Tampa” yang artinya turun
(Kamus Jawa Kuno Indonesia), kata tampa mendapat sisipan Um, menjadilah kata
“Tumampa”. Dari kata tumampa mengalami perubahan konsonan, menjadi kata
“Tumampak” yang artinya berpijak, kemudian mengalami perubahan menjadi kata
keterangan keadaan sehingga menjadi kata “Tumampek” yang mengandung arti dekat.
Kemudian kata Tumampek mengalami persenyawaan huruf “M”, sehingga menjadi kata
“Tumpek”. Dengan demikian Hari Suci Tumpek adalah mengandung pengertian dan
makna bahwa pada Hari Suci Tumpek merupakan hari peringatan turunnya kekuatan
manifestasi Ida Sang Hyang Widhi ke dunia.
Hari Suci Tumpek Krulut adalah hari yang
dikhususkan untuk memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dalam prabhawa-Nya
sebagai Dewa Iswara. Tumpek Krulut
diperingati pada Saniscara Kliwon Wuku Krulut
setiap 6 bulan sekali menurut perhitungan kalender Bali. Pelaksanaan
upacara Tumpek Krulut dilaksanakan di Bali karena mengandung hakekat dan makna
yang tinggi dan sangat berhubungan dengan kehidupan manusia di dunia terutama
mengenai kasih sayang.
Dari kata Landep sendiri mengandung pengertian tajam
atau ketajaman. Tumpek Landep adalah ungkapan rasa terima kasih Umat Hindu
khususnya di Bali terhadap Ida Sang Hyang
Widi Wasa yang turun ke dunia dan memberikan ketajaman
pemikiran kepada manusia. Adapun ketajaman itu layaknya senjata yang berbentuk
lancip/runcing seperti keris, tombak dan pedang.
Dalam Hindu Bali, Tumpek
Krulut itu berasal dari kata lulut
yang artinya hati menyatu dengan keindahan (sundaram) sehingga pikiran menjadi
damai. Tumpek Krulut juga merupakan hari kasih sayang. Kasih sayang itu
diwujudkan dalam bentuk keindahan, dalam hal ini suara gamelan. Yang dipuja
juga dalam Tumpek Krulut yaitu Ida Sanghyang Widi Wasa dalam manifestasinya
sebagai Dewa Dewi Semara Ratih. Karena itu banten yang dihaturkan adalah
sesayut lulut asih. Upacara pemujaan pada hari Tumpek Krulut ini adalah
pemujaan "Sabda" (bunyi, suara), bunyi alat-alat musik yang
memberikan bunyi sangat indah yang bukan hanya memberikan kedamaian batin
melainkan mampu menumbuhkan cinta kasih yang bersifat duniawi dan juga cinta
kasih sejati yang menyebabkah setiap orang yang mendengarnya menjadi
berbahagia.
Bersamaan dengan kebahagiaan di dalam
dirinya muncul pula cinta kasih yang menyebabkan hidup lahir batinnya menjadi
sangat berarti. Awal mula dari "Sabda" disebutkan oleh kitab-kitab
suci sebagai "sabda" suci yang keluar dari Damaru, genderang sakti
Dewa Siva. Kelompok kitab Purana menyebutkan bahwa alam semesta ini tercipta
dari "Sabda" yang muncul dari Damaru Dewa Siva tersebut. Umat Hindu
di Bali meyakini bahwa pertemuan khusus Saptawara dan Pancawara menciptakan
kesucian dan energi spiritual khusus. Terutama sekali pertemuan akhir Saptawara
dan Pancawara memunculkan kekuatan spiritual sangat khusus yang membantu
turunnya taksu.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara
konsepsi, pemujaan pada Hari Suci Tumpek
Krulut adalah kepada Sanghyang Iswara.
Selain itu, Tumpek Krulut juga sebagai pujawali
Batara Ssemara ratih. Tumpek Krulut merupakan hari peringatan kasih sayang
umat Hindu.
Om, Shanti, Shanti, Shanti, Om,
Om A No Badrah
Krtawo Yantu Wiswatah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar