Rabu, 08 April 2020

SRADHA DAN BAKTI


 
SRADHA DAN BAKTI
 
 Oleh: I Wayan Putu Januartawa, S.Pd.
 
Om Swastyastu
I. Pedahuluan
Setiap agama yang dianut umat manusia sudah tentu memiliki dasar keyakinan. Dalam konsep ajaran Agama Hindu dikenal adanya lima keyakinan yang disebut dengan Panca Sradha. Dalam buku Panca Sradha Lima Prinsip Keimanan Hindu Indonesia diuraikan, Panca Sradha berasal dari bahasa Sanskerta, Panca berarti lima, dan Sradha berarti kepercayaan atau keyakinan. Jadi, Panca Sradha berarti lima kepercayaan dalam Agama Hindu. Lima kepercayaan tersebut yakni: (1) Percaya terhadap adanya Brahman, (2) Percaya terhadap adanya Atman, (3) Percaya terhadap adanya Karmaphala, (4) Percaya terhadap adanya Punarbhawa, dan (5) Percaya terhadap adanya Moksa, (Gunadha, 2013: 19).
Seradha merupakan suatu sikap percaya dan ketenangan pikiran. Umat Hindu percaya bahwa semua yang ada di dunia ini adalah ciptaan Tuhan baik daratan maupun lautan.

II. PEMBAHASAN
2.1 Percaya adanya Brahman
Percaya terhadap Tuhan, mempunyai pengertian yakin terhadap keberadaan Tuhan itu sendiri. Tuhan Yang Maha Kuasa, yang disebut juga Hyang Widhi (Brahman), adalah ia yang kuasa atas segala yang ada ini. Tidak ada apapun yang luput dari Kuasa-Nya. Beliau sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur alam semesta dengan segala isinya. Tuhan adalah sumber dan awal serta akhir dan pertengahan dari segala yang ada. Di dalam sloka Bhagawadhita disebutkan sebagai berikut:
Etadyonini bhutani
sarvani ty upadharaya
aham kristnasya jagatah
prabhavah pralayas tatha (Bhagawadhita.VII. 6).
Artinya:
”Ketahuilah, bahwa semua insani mempunyai sumber-sumber kelahiran disini, Aku adalah asal mula alam semesta ini demikian pula kiamat-kelaknya nanti.”
Aham atma gudakesa
sarva bhutasaya sthitah
aham adis cha madhyam cha
bhutanam anta eva cha (Bhagawadhita. X. 20).
Artinya:
”Aku adalah jiwa yang berdiam dalam hati segala insani, wahai Gudakesa. Aku adalah permulaan, pertengahan dan penghabisan dari mahluk semua.”
Dari sloka Bhagawadhita di atas dapat ditegaskan Tuhan adalah sumber dari segala kehidupan yang ada. Orang-orang menyembah-Nya dengan bermacam-macam cara pada tempat yang berbeda-beda. Kepada-Nyalah orang menyerahkan diri, mohon perlindungan dan petunjuk-Nya agar ia menemukan jalan terang dalam mengarungi hidup ini.

2.2 Percaya adanya Atman 
Atman adalah percikan kecil dari Paramatman (Hyang Widhi/Brahman). Atman di dalam badan manusia disebut Jiwatman, yang menyebabkan manusia itu hidup. Atman dengan badan adalah laksana kusir dengan kereta. Kusir adalah Atman dan kreta adalah badan. Demikian Atman itu menghidupi sarva prani (mahluk) di alam semesta ini. Dalam sloka dijelaskan sebagai berikut:
Angusthamatrah Purusa ntaratman,
Sada jananam hrdaya samnivish thah,
Hrada mnisi manasbhikrto,
yaetad, viduramrtaste bhavanti (Upanisad).
Artinya:
”Ia adalah jiwa yang paling sempurna (Purusa), Ia adalah yang paling kecil, yang menguasai pengetahuan, yang bersembunyi dalam hati dan pikiran, mereka yang mengetahuinya menjadi abadi.”
Adapun cara untuk mewujudkan hakekat Atman dalam kehidupan ini adalah dengan terlebih dahulu memahami sifat-sifat dari Atman itu sendiri yang pada dasarnya sama dengan sifat-sifat Brahman itu sendiri. Seperti disebutkan dalam putaka suci sifat-sifat atman sebagai berikut:

1.      Acchedya yaitu tidak terlukai oleh senjata.
2.      Adahya artinya tidak terbakar oleh api.
3.      Akledya artinya tidak terkeringkan oleh angin.
4.      Asesya tidah terbasahi oleh air.
5.      Nitya artinya abadi.
6.      Sarwagatah ada dimana-mana.
7.      Sthanu artinya tidak berpindah-pindah.
8.      Acala artinya tidak bergerak.
9.      Snatana artinya selalu sama.
10.  Awyakta artinya tidak dilahirkan.
11.  Achintya artinya tak terpikirkan.
12.  Awikara artinya tidak berubah.

2.3 Percaya adanya Hukum Karmaphala 
Segala gerak atau aktivitas yang dilakukan, disengaja atau tidak, baik atau buruk, benar atau salah, disadari atau diluar kesadaran, kesemuanya itu disebut "Karma". Ditinjau dari segi ethimologinya, kata karma berasal dari kata "Kr" (bahasa sansekerta), yang  artinya bergerak atau berbuat. Menurut Hukum Sebab Akibat,  maka segala sebab pasti akan membuat akibat. Demikianlah sebab dari suatu gerak atau perbuatan akan menimbulkan akibat, buah, hasil atau pahala. Hukum sebab akibat inilah yang disebut dengan Hukum Karma Phala. Dalam sloka Wrhaspati Tattwa disebutkan sebagai berikut:
"Asing sagawenya dadi manusa,
 ya ta mingetaken de Bhetara Widhi
apan sira pinaka paracaya Bhatara
ring cubhacubha karmaning janma (Wrhaspati Tattwa 22).
Artinya:
”Segala (apa) yang diperbuat di dalam penjelmaan menjadi manusia, (semua) itulah yang dicatat oleh Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa), karena Beliau sebagai saksi (dari) baik buruk (amal-dosa) perbuatan manusia.”
Pengaruh hukum karma itu ada yang dinikmati manusia pada masa hidupnya sekarang, ada pula menikmatinya kelak dikemudian hari. Sehingga dengan demikian karmphala dapat dibedakan sebagai berikut:
1.      Sancita Karmaphala, yaitu phala atau hasil perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang.
2.      Prarabda Karmaphala, yaitu phala atau hasil dari perbuatan kita yang langsung kita nikmati pada sat kehidupan ini tanpa ada sisanya lagi.
3.      Kriyamana Karmaphala adalah phala atau hasil perbuatan yang tidak sempat dinikmati pada saatnya berbuat sehingga harus diterima pada kehidupan yang akan datang.

2.4 Percaya Adanya Punarbhawa
Punarbhawa berarti kelahiran yang berulang-ulang, yang disebut juga penitisan kembali (reinkarnasi) atau samsara.  Di dalam Weda disebutkan penjelmaan jiwatman yang berulang-ulang di dunia ini atau di dunia yang lebih tinggi disebut samsara. Kelahiran yang berulang-ulang ini membawa akibat suka dan duka. samsara atau punarbhawa ini terjadi oleh karena jiwatman masih dipengaruhi oleh kenikmatan, dan kematian akan diikuti oleh kelahiran.
Tujuan Agama Hindu ialah mengendaki agar umatnya dapat bebas dari belenggu kesengsaraan lahir batin yakni terlepas dari ikatan samsara dan penjelmaan sehingga ia mendapat kebahagiaan yang kekal abadi lahir batin. Untuk itulah disajikan ajaran-ajaran kerohanian berupa dharma kepada umatnya, sebagaimana yang telah tercantum dalam ajaran Catur Purusartha.
Adapun tangga yang patut ditempuh untuk dapat membebaskan diri dari hukum punarbhawa itu adalah kesusilaan, budipekerti luhur, pengabdian yang suci dan kebajikan itu sendiri.

2.5 Percaya adanya Moksa 
Dalam Weda disebutkan: "Moksartham Jagadhitaya ca itu dharma", maka Moksa merupakan tujuan yang tertinggi. Moksa ialah kebebasan dari keterikatan benda-benda yang bersifat duniawi dan terlepasnya Atman dari pengaruh maya serta bersatu kembali dengan sumber-Nya, yaitu Brahman dan mencapai kebenaran tertinggi, mengalami kesadaran dan kebahagiaan yang kekal abadi yang disebut Sat Cit Ananda.
Orang yang telah mencapai moksa, tidak lahir lagi ke dunia, karena tidak ada apapun yang mengikatnya. Ia telah bersatu dengan paramatman. Bila air sungai telah menyatu dengan air laut, maka air sungai yang ada di laut itu akan kehilangan identitasnya. Tidak ada perbedaan lagi antara air sungai dengan air laut. Demikianlah juga halnya, Atman yang mencapai moksa. Ia akan kembali dan menyatu dengan sumbernya yaitu Brahman.
Bahunam janmanam ante,
jnanavan mam prapadyate,
vasudevah sarvam iti,
sa mahatma sadurlabhah (Bhagawadgita. VII. 19).
Artinya:
”Pada banyak akhir kelahiran manusia, orang yang berbudi (orang yang tidak lagi terikat oleh keduniawian) datang kepada-Ku, karena tahu Tuhan adalah sealanya; sungguh sukar dijumpai jiwa agung serupa itu.”
Mam upetya punarjanma
duhkhata yam asasvatam,
na pnuvanti mahatmanah,
samsiddhim paramam gatah (Bhagawadgita. VIII.15).
”Setelah sampai kepada-Ku, mereka yang berjiwa agung ini tidak lagi menjelma ke dunia yang penuh duka dan tak kekal ini dan mereka tiba pada kesempurnaan tertinggi.”
Di samping setelah di dunia akhirat, moksa juga dapat dicapai semasa hidup di dunia ini, namun terbatas kepada orang-orang yang sudah bebas dari keterikatan duniawian dan pasang surut serta duka-dukanya gelombang hidup. Sebagaimana halnya Maharsi yang telah bebas dari keinginan-keinginan menikmati keduniawian dan bekerja tanpa pamerih untuk kesejahteraan dunia. Moksa semasa hidup disebut dengan Jiwan Mukti.
Demikianlah pokok pokok keyakinan dari manusia dalam hal ini umat Hindu yang merupakan pondasi keyakinan kita terhadap Hindu itu sendiri. 

III. PENUTUP
3.1.1     Konsep keyakinan Umat Hindu yang dikenal dengan Panca Sradha       merupakan ajaran mutlak yang harus diamalkan oleh setiap individu. Ke       lima dasar keyakinan tersebut yakni, Brahman, Atman, Karmaphala,   Punarbhawa dan Moksa merupakan jalan menuju kedamaian sejati moksatam jagadhita ya ca itidharma

Om, Shanti, Shanti, Shanti, Om.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar