SRADHA DAN BAKTI
Oleh: I Wayan Putu Januartawa, S.Pd.
Om Swastyastu
I. Pedahuluan
Setiap agama
yang dianut umat manusia sudah tentu memiliki dasar keyakinan. Dalam konsep
ajaran Agama Hindu dikenal adanya lima keyakinan yang disebut dengan Panca Sradha. Dalam buku Panca Sradha Lima Prinsip Keimanan Hindu
Indonesia diuraikan, Panca Sradha berasal
dari bahasa Sanskerta, Panca berarti
lima, dan Sradha berarti kepercayaan
atau keyakinan. Jadi, Panca Sradha berarti
lima kepercayaan dalam Agama Hindu. Lima kepercayaan tersebut yakni: (1)
Percaya terhadap adanya Brahman, (2)
Percaya terhadap adanya Atman, (3)
Percaya terhadap adanya Karmaphala,
(4) Percaya terhadap adanya Punarbhawa,
dan (5) Percaya terhadap adanya Moksa,
(Gunadha, 2013: 19).
Seradha
merupakan suatu sikap percaya dan ketenangan pikiran. Umat Hindu percaya bahwa
semua yang ada di dunia ini adalah ciptaan Tuhan baik daratan maupun lautan.
II. PEMBAHASAN
2.1 Percaya adanya Brahman
Percaya terhadap Tuhan, mempunyai pengertian yakin
terhadap keberadaan Tuhan itu sendiri. Tuhan Yang Maha Kuasa, yang disebut juga
Hyang Widhi (Brahman), adalah ia yang
kuasa atas segala yang ada ini. Tidak ada apapun yang luput dari Kuasa-Nya. Beliau
sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur alam semesta dengan segala isinya.
Tuhan adalah sumber dan awal serta akhir dan pertengahan dari segala yang ada.
Di dalam sloka Bhagawadhita
disebutkan sebagai berikut:
Etadyonini bhutani
sarvani ty upadharaya
aham kristnasya jagatah
prabhavah pralayas tatha (Bhagawadhita.VII.
6).
Artinya:
”Ketahuilah, bahwa semua insani mempunyai
sumber-sumber kelahiran disini, Aku adalah asal mula alam semesta ini demikian
pula kiamat-kelaknya nanti.”
Aham atma gudakesa
sarva bhutasaya sthitah
aham adis cha madhyam cha
bhutanam anta eva cha (Bhagawadhita.
X. 20).
Artinya:
”Aku adalah jiwa yang berdiam dalam hati segala insani,
wahai Gudakesa. Aku adalah permulaan, pertengahan dan penghabisan dari mahluk
semua.”
Dari sloka
Bhagawadhita di atas dapat ditegaskan
Tuhan adalah sumber dari segala kehidupan yang ada. Orang-orang menyembah-Nya
dengan bermacam-macam cara pada tempat yang berbeda-beda. Kepada-Nyalah orang
menyerahkan diri, mohon perlindungan dan petunjuk-Nya agar ia menemukan jalan
terang dalam mengarungi hidup ini.
2.2 Percaya adanya Atman
Atman adalah percikan kecil dari Paramatman (Hyang Widhi/Brahman). Atman di dalam
badan manusia disebut Jiwatman, yang
menyebabkan manusia itu hidup. Atman dengan badan adalah laksana kusir dengan
kereta. Kusir adalah Atman dan kreta adalah badan. Demikian Atman itu
menghidupi sarva prani (mahluk) di
alam semesta ini. Dalam sloka dijelaskan sebagai berikut:
Angusthamatrah Purusa ntaratman,
Sada jananam hrdaya samnivish thah,
Hrada mnisi manasbhikrto,
yaetad, viduramrtaste bhavanti (Upanisad).
Artinya:
”Ia adalah jiwa yang paling sempurna (Purusa), Ia
adalah yang paling kecil, yang menguasai pengetahuan, yang bersembunyi dalam
hati dan pikiran, mereka yang mengetahuinya menjadi abadi.”
Adapun cara untuk mewujudkan hakekat
Atman dalam kehidupan ini adalah dengan terlebih dahulu memahami sifat-sifat
dari Atman itu sendiri yang pada dasarnya sama dengan sifat-sifat Brahman itu
sendiri. Seperti disebutkan dalam putaka suci sifat-sifat atman sebagai berikut:
1. Acchedya
yaitu tidak terlukai oleh senjata.
2. Adahya
artinya tidak terbakar oleh api.
3. Akledya
artinya tidak terkeringkan oleh angin.
4. Asesya
tidah terbasahi oleh air.
5. Nitya
artinya abadi.
6. Sarwagatah
ada dimana-mana.
7. Sthanu
artinya tidak berpindah-pindah.
8. Acala
artinya tidak bergerak.
9. Snatana
artinya selalu sama.
10. Awyakta
artinya tidak dilahirkan.
11. Achintya
artinya tak terpikirkan.
12. Awikara
artinya tidak berubah.
2.3 Percaya adanya Hukum Karmaphala
Segala gerak atau aktivitas yang dilakukan, disengaja
atau tidak, baik atau buruk, benar atau salah, disadari atau diluar kesadaran,
kesemuanya itu disebut "Karma". Ditinjau dari segi ethimologinya,
kata karma berasal dari kata "Kr" (bahasa sansekerta), yang
artinya bergerak atau berbuat. Menurut Hukum Sebab Akibat, maka segala
sebab pasti akan membuat akibat. Demikianlah sebab dari suatu gerak atau
perbuatan akan menimbulkan akibat, buah, hasil atau pahala. Hukum sebab akibat
inilah yang disebut dengan Hukum Karma Phala. Dalam sloka Wrhaspati Tattwa disebutkan sebagai berikut:
"Asing sagawenya dadi manusa,
ya ta
mingetaken de Bhetara Widhi
apan sira pinaka paracaya Bhatara
ring cubhacubha karmaning janma (Wrhaspati Tattwa 22).
Artinya:
”Segala (apa) yang diperbuat di dalam penjelmaan
menjadi manusia, (semua) itulah yang dicatat oleh Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa), karena Beliau sebagai saksi
(dari) baik buruk (amal-dosa) perbuatan manusia.”
Pengaruh hukum karma itu ada yang
dinikmati manusia pada masa hidupnya sekarang, ada pula menikmatinya kelak
dikemudian hari. Sehingga dengan demikian karmphala dapat dibedakan
sebagai berikut:
1.
Sancita Karmaphala, yaitu phala atau
hasil perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan
masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang.
2.
Prarabda Karmaphala, yaitu phala atau
hasil dari perbuatan kita yang langsung kita nikmati pada sat kehidupan ini
tanpa ada sisanya lagi.
3.
Kriyamana Karmaphala adalah phala atau
hasil perbuatan yang tidak sempat dinikmati pada saatnya berbuat sehingga harus
diterima pada kehidupan yang akan datang.
2.4 Percaya Adanya Punarbhawa
Punarbhawa berarti kelahiran yang berulang-ulang, yang
disebut juga penitisan kembali (reinkarnasi) atau samsara. Di dalam Weda
disebutkan penjelmaan jiwatman yang
berulang-ulang di dunia ini atau di dunia yang lebih tinggi disebut samsara. Kelahiran yang berulang-ulang
ini membawa akibat suka dan duka. samsara
atau punarbhawa ini terjadi oleh
karena jiwatman masih dipengaruhi
oleh kenikmatan, dan kematian akan diikuti oleh kelahiran.
Tujuan Agama Hindu ialah mengendaki agar
umatnya dapat bebas dari belenggu kesengsaraan lahir batin yakni terlepas dari
ikatan samsara dan penjelmaan
sehingga ia mendapat kebahagiaan yang kekal abadi lahir batin. Untuk itulah
disajikan ajaran-ajaran kerohanian berupa dharma
kepada umatnya, sebagaimana yang telah tercantum dalam ajaran Catur Purusartha.
Adapun tangga yang patut ditempuh untuk
dapat membebaskan diri dari hukum punarbhawa
itu adalah kesusilaan, budipekerti luhur, pengabdian yang suci dan kebajikan
itu sendiri.
2.5 Percaya
adanya Moksa
Dalam Weda
disebutkan: "Moksartham Jagadhitaya ca itu dharma", maka Moksa
merupakan tujuan yang tertinggi. Moksa ialah kebebasan dari keterikatan
benda-benda yang bersifat duniawi dan terlepasnya Atman dari pengaruh maya serta bersatu kembali dengan sumber-Nya,
yaitu Brahman dan mencapai kebenaran
tertinggi, mengalami kesadaran dan kebahagiaan yang kekal abadi yang disebut Sat Cit Ananda.
Orang yang telah mencapai moksa, tidak lahir lagi
ke dunia, karena tidak ada apapun yang mengikatnya. Ia telah bersatu dengan paramatman. Bila air sungai telah
menyatu dengan air laut, maka air sungai yang ada di laut itu akan kehilangan
identitasnya. Tidak ada perbedaan lagi antara air sungai dengan air laut.
Demikianlah juga halnya, Atman yang
mencapai moksa. Ia akan kembali dan
menyatu dengan sumbernya yaitu Brahman.
Bahunam janmanam ante,
jnanavan mam prapadyate,
vasudevah sarvam iti,
sa mahatma sadurlabhah (Bhagawadgita.
VII. 19).
Artinya:
”Pada banyak akhir kelahiran manusia, orang yang
berbudi (orang yang tidak lagi terikat oleh keduniawian) datang kepada-Ku,
karena tahu Tuhan adalah sealanya; sungguh sukar dijumpai jiwa agung serupa
itu.”
Mam upetya punarjanma
duhkhata yam asasvatam,
na pnuvanti mahatmanah,
samsiddhim paramam gatah (Bhagawadgita.
VIII.15).
”Setelah
sampai kepada-Ku, mereka yang berjiwa agung ini tidak lagi menjelma ke dunia
yang penuh duka dan tak kekal ini dan mereka tiba pada kesempurnaan tertinggi.”
Di samping setelah di dunia akhirat, moksa juga
dapat dicapai semasa hidup di dunia ini, namun terbatas kepada orang-orang yang
sudah bebas dari keterikatan duniawian dan pasang surut serta duka-dukanya
gelombang hidup. Sebagaimana halnya Maharsi yang telah bebas dari
keinginan-keinginan menikmati keduniawian dan bekerja tanpa pamerih untuk
kesejahteraan dunia. Moksa semasa hidup disebut dengan Jiwan Mukti.
Demikianlah pokok pokok keyakinan dari
manusia dalam hal ini umat Hindu yang merupakan pondasi keyakinan kita terhadap
Hindu itu sendiri.
III. PENUTUP
3.1.1
Konsep
keyakinan Umat Hindu yang dikenal dengan Panca
Sradha merupakan ajaran mutlak
yang harus diamalkan oleh setiap individu. Ke lima
dasar keyakinan tersebut yakni, Brahman,
Atman, Karmaphala, Punarbhawa dan Moksa merupakan jalan menuju kedamaian sejati moksatam
jagadhita ya ca itidharma.
Om, Shanti, Shanti, Shanti, Om.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar