Rabu, 08 April 2020

HARI SUCI NYEPI


  
            
 HARI SUCI NYEPI
(Memaknai Catur Bratha Penyepian)

Oleh: I Wayan Putu Januartawa, S.Pd.
 
Om Swastyastu
Om Awighnam astu Namasiwa Budhaya.

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Filsafat kehidupan yang sangat mendasar yang terkandung dalam yadnya dan bratha penyepian yang masih sangat relevan dalam kehidupan dijaman modern. Kehidupan Dharma menuntun kita umat manusia selalu harus menjalani siklus kehidupan Dharma agar selalu dapat terhindar dari jebakan hidup yang merusak kedamaian dan keharmonisan. Siklus kehidupan Dharma yaitu Satyam Cit Ananda Moksartham.
Satyam artinya setiap manusia haruslah secara rutin dapat melakukan perenungan, instrospeksi, mulat sarira untuk memahami secara dalam makna kebenaran yang dituntun oleh Dharma yang tidak lain pada tahap ini manusia harus membangun kebajikan dihati masing-masing. Cit adalah proses dimana manusia terbangun pemahaman, terbangun kebajikan dihati, maka ia harus membangun kesadaran dan keyakinan atau sraddha dan bhakti yang tinggi dalam dirinya masing-masing. Kesadaran, keyakinan, atau sraddha inilah sebagai pondasi yang kuat untuk kehidupan yang bertata krama. Kemudian tahap ketiga adalah ananda yaitu manusia harus menjalankan kehidupan yang bertata krama, santun, beretika dituntun oleh konsep Tri Kaya Parisudha. Pikiran, perkataan dan perbuatan harus dituntun oleh kebenaran yang telah diyakini sesuai jalan Dharma untuk mencapai kehidupan yang ananda atau bahagia. Kemudian langkah yang keempat adalah moksartham yaitu kehidupan yang tidak terikat oleh kepentingan duniawi yang penuh ketulusan untuk dapat menuju sangkan paraning dumadi. Yadnya dan tapa bratha penyepian yang dilakukan Umat Hindu setiap tahun adalah merupakan langkah pertama dalam siklus kehidupan Dharma yaitu langkah Satyam. Nyepi artinya sepi, kosong, tidak terikat, bersih dan suci. Disaat itulah manusia melepaskan diri dari segala ikatan duniawi, mengosongkan diri dari beban duniawi, menyepikan diri dari segala hingar bingar duniawi, membersihkan diri dari godaan duniawi dan menyucikan diri segala dosa duniawi.

II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Nyepi
      Nyepi adalah hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap tahun baru çaka jatuh pada hitungan Tilem Kasanga (IX) yang dipercayai merupakan hari penyucian Dewa-dewa yang berada di pusat samudera yang membawa intisari amertha atau sumber kehidupan. Nyepi berasal dari kata “sepi” yang berarti sunyi atau senyap. Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan tahun baru Umat Hindu berdasarkan penanggalan/kalender çaka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi, tahun baru çaka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktivitas seperti biasa semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti bandar udara internasional pun di tutup, namun tidak untuk rumah sakit. Tujuan utama hari raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit / microcosmos (alam manusia) dan Bhuana Agung / macrocosmos (alam semesta).

2.2 Rangkaian Hari Raya Nyepi 
Tiga atau dua hari sebelum Nyepi, Umat Hindu melakukan penyucian dengan melakukan upacara melasti atau disebut juga melis/mekiyis. Pada hari tersebut, segala sarana persembahyangan yang ada di pura diarak ke pantai atau danau, karena laut atau danau adalah tirta amerta (sumber air suci) dan bisa menyucikan segala leteh (kotor) di dalam diri manusia dan alam. Sehari sebelum Nyepi, yaitu pada tilem sasih kesanga (bulan mati yang ke-9), Umat Hindu melaksanakan upacara bhuta yadnya di segala tingkatan masyarakat, mulai dari masing-masing keluarga, banjar, desa, kecamatan, dan seterusnya, dengan mengambil salah satu dari jenis-jenis caru (semacam sesajian) menurut kemampuannya. Bhuta yadnya itu masing-masing bernama Pañca Sata (kecil), Pañca Sanak (sedang), dan Tawur Agung (besar). Tawur atau pecaruan sendiri merupakan penyucian/pemarisuda bhuta kala, dan segala leteh (kekotoran) diharapkan sirna semuanya. Caru yang dilaksanakan di rumah masing-masing terdiri dari nasi manca berjumlah 9 tanding beserta lauk pauknya, seperti ayam brumbun disertai tetabuhan arak/tuak. Buta yadnya ini ditujukan kepada Sang Buta Raja, Buta Kala dan Bhatara Kala, dengan memohon supaya mereka tidak mengganggu umat. Mecaru diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesui, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh. Tahapan ini dilakukan untuk mengusir bhuta kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Khusus di Bali, pengrupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan bhuta kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir bhuta kala dari lingkungan sekitar.
Keesokan harinya, yaitu pada pinanggal apisan, sasih kedasa (tanggal 1, bulan ke-10), tibalah Hari Raya Nyepi. Pada hari ini suasana seperti mati. Tidak ada kesibukan aktivitas seperti biasa. Pada hari ini Umat Hindu melaksanakan Catur Brata Penyepian  yang terdiri dari: Amati Geni, Amati Karya, Amati Lelungaan dan Amati Lelanguan. Seperti yang tersurat dalam Lontar Sundarigama, yang berbunyi sebagai berikut:
“…Nyepi, amati gni, tan wenang sajadma anyambut karya sakalwirnya, agni-gni saparanya tan wenang. Kalinganya, wenang sang weruh ring tatwa gelarakna Samadhi tapayoga ametitis kasunyataan….”
Artinya:
“…Saat nyepi, tidak boleh menyalakan api, semua orang. Tidak boleh melakukan pekerjaan, berapi-api dan sejenisnya juga tidak boleh. Karenanya orang yang tahu hakikat dharma akan melaksanakan samadhi, tapa, yoga, menuju kesucian….”
1.      Amati Geni
      Secara harfiah amati gni berarti tidak menyalakan api. Mengapa api? Karena api merupakan bentuk simbolis kobaran hawa nafsu. Melihat api berkobar-kobar tanpa disadari menumbuhkan gejolak batin. Kobaran api mempengaruhi kobaran nafsu duniawi. Dengan mematikan api, mengandung makna memperkecil pengaruh nafsu yang ada di dalam diri sendiri. Hal ini sangat penting untuk dikuasai. Dalam Kitab Bhagawadgita II.44 dijelaskan Orang yang pikirannya terpengaruh oleh keinginan akan kenikmatan dan kuasaan, tak akan terpuaskan dan tak akan mampu melakukan samadhi.
2.   Amati Karya
Amati karya merupakan aturan tidak boleh bekerja melakukan aktivitas sehari penuh. Didukung oleh suasana yang begitu sepi akan dapat mewujudkan ketenangan bhatin dan kedamaian dalam diri kita sendiri. Disinilah kita akan mampu menemukan kesucian pikiran, dan jati dirinya (matutur ikang jadma ri njatinya). Yang hanya dapat diwujudkan dengan meditasi hinggga tingkatan samadhi. Itulah alasannya mengapa saat nyepi dilarang melakukan aktivitas.
3.   Amati Lelanguan
Dilaksanakan dengan mulat sarira merenung untuk berintrospeksi diri, tidak berpergian meninggalkan rumah, guna mengevaluasi aktivitas yang pernah dilakukan untuk lebih meningkatkan kwalitas diri, serta memperbaiki kwalitas diri pada masa depan yang lebih baik untuk mengabdikan diri sendiri maupun pengabdian pada negara.
2.      Amati Lelungaan
Menghindari animo bersenang-senang, apabila kegiatan yang dapat menimbulkan rasa kelangen (rasa rindu) karena hiburan. Di sini pengendalian diri dipusatkan kearah kesucian dan peningkatan kwalitas hidup yang semakin baik.
Serta bagi yang mampu melaksanakan tapa, brata, yoga, dan semadhi  dimulai ketika fajar hari itu sampai fajar keesokan harinya (ngembak gni). Semua itu menjadi keharusan bagi Umat Hindu agar memiliki kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan pada tahun yang baru.

III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada hakikatnya nyepi, adalah mengosongkan segala kenangan baik dan buruk, karena esok harinya pada saat ngembak gni kita sudah dapat mengisi kembali kekosongan itu dengan aktivitas baru. Tanpa memulai dengan yang kosong, tentu kita tidak akan dapat membuat perhitungan baru. Sebenarnya sangat tidak mungkin mengisi sesuatu yang sudah penuh berisi. Oleh sebab itu, hakikat dari pada nyepi sebanarnya suatu upaya menuntun olah batin untuk memulai lagi segala sesuatu itu dari nol. Maksudnya start awal kegiatan dimulai dari nol. Seolah-olah kita memulai hidup baru setelah mendapatkan inspirasi dan petunjuk dari Ida Sanghyang Widhi Wasa, niscaya semuanya akan mengantarkan pada ketenangan bhatin dan ketenangan jagat raya ini.

Om, Shanti, Shanti, Shanti, Om,
Om A No Badrah Krtawo Yantu Wiswatah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar