Om Swastyastu
Om Awighnam astu Namasiwa Budhaya.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agama Hindu khususnya Hindu Bali tidak
bisa terlepas dengan adanya rerahinan
hampir disetiap harinya mereka disibukkan dengan pelaksanaan ritual atau rahinan hal tersebut tidak terlepas dari
ajaran Agama Hindu yang terlebih mengutamakan persembahan. Rahinan di Bali dapat dibagi menjadi dua yaitu rahinan yang bersifat isidenal dan rahinan yang bersifat rutin. Rahinan
yang bersifat isidental adalah rahinan yang
pelaksanaannya tidak menentu seperti, upacara
nangluk merana, sedangkan rahinan
yang bersifat rutin dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu, rahinan yang datang berdasarkan sasih
atau bulan seperti, Tawur Kasanga serta Siwalatri, dan rahinan yang datang berdasarkan pawukon
atau wewaran seperti, Kajeng Kliwon,
Buda Kliwon, Anggara Kasih, Buda Wage, Sanicara Umanis, dan Tumpek. Dalam
tulisan ini akan dibahas hari suci Tumpek.
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tumpek
Secara etimologi
Tumpek berasal dari kata “Tum” dan “Pek”, tum mengandung arti kesucian dan pek berarti putus atau terakhir. Jadi Tumpek adalah hari suci yang jatuh
pada penghujung akhir saptawara dan pancawara. Menurut sistem perhitungan wuku, satu siklus lamanya 210 hari,
karena tiap wuku lamanya 7 hari (saptawara)
dikalikan banyaknya wuku yang
berjumlah 30 jenis. Satu bulan wuku
lamanya 35 hari, dan setiap akhir bulan wuku
itu disebut Tumpek. Perhitungan Saptawara kemudian dikombinasikan pula dengan Pancawara (lima hari) dan setiap tumpek
adalah jatuh pada Kliwon. Sehingga ada 6 jenis tumpek yaitu:
1.
Tumpek Landep
2.
Tumpek Uduh / Pengatag
3.
Tumpek Kuningan
4.
Tumpek Krurut
5.
Tumpek Uye / Kandang
6.
Tumpek Wayang
2.2 Makna Tumpek Uduh
Umat Hindu setiap enam bulan sekali selalu
diingatkan betapa pentingnya melestarikan lingkungan, melalui perayaan Tumpek
Uduh atau Tumpek Pangatag atau sering juga disebut Tumpek Bubuh dan Tumpek Wariga.
Tumpek Uduh merupakan awal dari rentetan hari suci Galungan. Tumpek Uduh jatuh
25 hari sebelum hari suci Galungan, dalam perhitungan kalender Bali jatuh pada
hari Saniscara Kliwon Wuku Wariga.
Perayaan Tumpek Uduh merupakan cerminan rasa syukur umat terhadap keberlimpahan
anugrah Ida Sang Hyang Widhi Wasa
dalam prabhawa-Nya sebagai Dewa Sangkara,
dewanya penguasa tumbuh-tumbuhan.
Pada saat melakukan upacara ini biasanya umat
melantunkan sahe atau mantra sasontengan
yang bunyinya: “Kaki-kaki dadong kija? buin selai lemeng
Galungane mangda mabuah ngeed, ngeed, ngeed “. Seperti itu kira-kira
yang diucapkan umat saat menghaturkan sesajen yang berisi bubur di depan
tumbuhan. Prosesi upacara ini, khususnya aplikasinya dalam kehidupan, diyakini
Umat Hindu memiliki nilai strategis untuk menjaga kesadaran manusia untuk tidak
merusak alam. Hubungan selaras dengan Tuhan, harmonisasi hubungan dengan sesama
dan keharmonisan manusia dengan lingkungan telah menjadi konsep mendasar dalam
menjembatani kehidupan.
Memelihara lingkungan bagi Umat Hindu sudah
menjadi yadnya. Oleh karena itu dalam
masyarakat Hindu kita mengenal prinsip ”tebang
satu, tanam kembali”. Konsep ini terlihat nyata ketika orang Hindu menebang
pohon. Pada bekas tebangan akan ditancapkan ranting atau dedaunan. Maknanya,
bekas tebangan itu wajib ditanami kembali dengan harapan pohon tadi takkan
punah tetapi ada. Tumbuh-tumbuhan yang dinikmati oleh umat manusia memiliki
arti yang sangat penting bagi kelangsungan hidup. Karena itu, harus ada timbal
balik yang harus diberikan terhadap tumbuh-tumbuhan itu. Bentuknya, bisa saja
dalam wujud upacara atau ritual
sebagaimana yang dilakukan pada saat hari Tumpek Bubuh/Tumpek Wariga/Tumpek Pangatag
ini.
Tumpek Wariga atau sering juga disebut Tumpek Pangatag ini memiliki makna
yang sangat mulia, kita sebagai manusia harus saling menjaga hubungan baik
dengan Tuhan, menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, dan hubungan baik
dengan lingkungan sesuai dengan ajaran Tri
Hita Karana. Dengan dilaksanakannya Tumpek Uduh ini, manusia setidaknya
bisa ingat atas jasa-jasa tumbuhan kepada manusia, sehingga manusia dapat
menjaga lingkungan, dan sebaliknya lingkungan juga dapat menjaga kita sesuai
dengan hukum aksi reaksi.
2.3 Hungan Tumpek Uduh
dengan Pelestarian Alam
Sesungguhnya, perayaan Tumpek Uduh salah satu komponen penting dalam
mengajegkan konsep Tri Hita Karana.
Salah satu unsur penting dalam konsep itu adalah hubungan harmonis antara
manusia dengan lingkungannya dalam kaitan ini hubungan manusia dengan
tumbuh-tumbuhan. Ajaran yang terkandung dalam Tumpek Uduh ini sangat luhur.
Umat bukan hanya mesti menghargai ciptaan Tuhan, tetapi sekaligus melestarikan
tumbuh-tumbuhan yang telah mensejahterakan kehidupannya. Upacara Tumpek Uduh merupakan
media pembelajaran bagi masyarakat untuk belajar saling menghormati dan saling
menyayangi. Baik sesama manusia maupun terhadap lingkungan. Kenapa dalam hal
ini yang dipakai obyek penghormatannya adalah tumbuh-tumbuhan. Karena
tumbuh-tumbuhan telah banyak berjasa terhadap manusia dengan tulus ikhlas
memberikan kesempatan kepada manusia untuk memetik daunnya, buahnya bahkan
sampai batangnya. Tumbuh-tumbuhan memiliki rasa kasihan dan rasa peduli kepada
yang lainnya walaupun dia tidak sekelompok speciesnya namun dia mampu memberi
makan dan menyediakan kebutuhan binatang dan manusia untuk keperluan
sehari-harinya seperti sayur, buah, kayu dan tempat berteduh .
Maka melalui hari raya Tumpek Uduh
ini manusia pada umumnya dan Umat Hindu pada khususnya mulai belajar untuk bisa
menanam, memelihara tumbuh-tumbuhan melalui reboisasi atau penghijauan kembali.
Kita sebagai manusia yang disebut insan Tuhan yang paling sempurna yang
memiliki pikiran, janganlah kita selalu saling memfitnah, menghina dan saling
menyalahkan orang lain, dan kita sendiri harus sadar bahwa yang lewat itu
adalah dipakai guru yang paling berharga untuk belajar menuju yang lebih baik
dan sejahtera. Tumpek Uduh dipakai objek adalah tumbuh-tumbuhan adalah pedoman
bagi manusia pada umumnya dan Umat Hindu pada khususnya agar tumbuh dalam
pikirannya untuk melestarikan lingkungannya dengan jalan saling menghormati,
saling menyayangi, saling memelihara, dan saling membantu serta saling menolong
diantara semua insan ciptaan Tuhan.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa upacara Tumpek Uduh
merupakan suatu upacara yang bermanfaat bagi kelestarian lingkungan khususnya
dalam pelestarian tumbuh-tumbuhan. Karena memiliki makna yang sangat mulia, kita
sebagai manusia harus saling menjaga hubungan baik dengan Tuhan, menjaga
hubungan baik dengan sesama manusia, dan hubungan baik dengan lingkungan sesuai
dengan ajaran Tri Hita Karana. Dengan
dilaksanakannya Tumpek Uduh ini, manusia setidaknya bisa ingat atas jasa-jasa
tumbuhan kepada manusia, sehingga manusia dapat menjaga lingkungan, dan
sebaliknya lingkungan juga dapat menjaga kita sesuai dengan hukum aksi reaksi.
Om,
Shanti, Shanti, Shanti, Om,
Om A No Badrah
Krtawo Yantu Wiswatah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar