"Sasih Ke 13 Mala Sadha"
Oleh: I Wayan Putu Januartawa, S.Pd
MALANING SASIH
Malaning sasih, berasal dari kata Mala dan Sasih. Mala artinya ‘tidak baik’ dan ‘Sasih’ artinya bulan.
Dalam sistem kalender Hindu-Bali atau populer dengan nama Kalender Saka-Bali, sasih yang dianggap mala adalah sasih Jyesta dan Sada.
Sebagaimana yang dimaksudkan dalam Lontar Jyotisha, karena di bulan-bulan itu ketiga unsur yakni Surya-Candra-Lintang Trenggana (Matahari-Bulan-Bintang) yang dikenal sebagai Trilingga dalam pemeneh sasih (bulan yang baik/ benar) tidak terwujud.
Trilingga disebut tidak terwujud karena di bulan Jyesta dan Sada (selama dua bulan) bintang Tenggala dan bintang Kartika ngerem (tidak muncul di langit). Kedua gugus bintang itu adalah bintang dari segala bintang, selain karena cahayanya yang paling terang, juga karena kedua bintang membawa ciri kemakmuran.
Itu sebabnya pemeluk Hindu di Bali tidak dianjurkan melaksanakan upacara-upacara Panca Yadnya pada bulan-bulan Jyesta dan Sada.
Sedangkan bulan-bulan lainnya: Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kaulu, Kasanga dan Kadasa adalah bulan-bulan yang baik untuk melaksanakan upacara, sekali lagi karena unsur Trilingga yang disebutkan di atas pada bulan-bulan itu terwujud.
Sasih Mala juga berkaitan dengan pe-ngerepet-ing sasih, yaitu bulan-bulan yang digunakan untuk ngerepet (memadukan) dalam perhitungan untuk menetapkan Hari Raya Nyepi.
Sebagaimana diketahui kalender Hindu-Bali menggabungkan beberapa system, yakni Surya pramana (tempo perputaran bumi mengelilingi matahari), Candra pramana (tempo perputaran bulan mengelilingi bumi), dan Wuku (candra pramana yang berhubungan dengan ala-ayuning dewasa = buruk-baiknya hari).
Oleh karena sistem surya pramana menghasilkan jumlah hari dalam setahun = 365 sedangkan sistem candra pramana menghasilkan jumlah hari dalam setahun = 360, maka setiap tahun akan terjadi selisih selama 5 hari atau dalam 6 tahun jumlahnya genap 30 hari (satu bulan). Pergantian sasih terjadi di saat Tilem sehingga disebut amawasanta.
Untuk selalu menyamakan unsur-unsur menetapkan tawur kesanga dalam rangka Nyepi maka pada setiap 6 tahun perlu diadakan ‘pengerepet’ yakni ‘mendobelkan’ sebuah sasih di bulan yang sama (menurut surya pramana). Sasih yang dipilih sebagai pengerepet hanya dua secara bergantian, yakni Jyesta atau Sada, karena kedua sasih itu adalah ‘mala’.
Unsur-unsur yang harus sama dalam menetapkan saat tawur kesanga Nyepi adalah:
Di hari itu tilem sasih kasanga (bulan mati pada bulan ke-9 menurut sistem candra pramana). Matahari berada pada posisi bajeging surya (di khatulistiwa menurut sistem surya pramana)
Hal ini sangat penting karena keesokan harinya adalah tahun baru Saka-Bali yang dikenal dengan Nyepi/ Sipeng tepat pada hari penanggal ping pisan sasih kadasa (tanggal 1 bulan ke-10).
Mengapa tahun baru kita di Bali pada bulan ke-10 (kadasa), bukannya pada bulan ke-1 (kasa)?
Dalam filosofi angka-angka di Bali, angka 10 sama dengan 0, dan angka 9-lah yang tertinggi. Sasih dengan angka 11 (Jyesta) dan 12 (Sada) adalah ‘mala’.Pada penanggal ping pisan sasih kadasa itulah Uttarayana (matahari beredar ke lintang utara), hari-hari yang sangat baik dalam keyakinan Hindu.
Dalam Hindu mengenal tahun saka, perhitungannya surya premana (solar system) dengan bulan kepertama dan selanjutnya : Cetra, Waisaka, Jiesta, Asada, Slawana, Badrawada, Asuji, Kartika, Margasira, Posya, Magha, dan Palguna. Pada hitungan Hindu di system Chandra Premana nama bulan/sasihnya : kaesa/kasa, Karo, Ketiga, Kapat, Kelima, Keenem, Kepitu, Kewolu/Keulu, Kesanga, Kedasa, Desta/Jiyestha, dan Sada. Karena aneka kepentingan umat Hindu dalam menentukan hari baik dan hari buruk (ala ayuning dewasa) jadi latahlah dipakai gabungan system surya premana dan Chandra premana (Surya-Chandra premana) terkait erat dengan aneka ritual keagamaan misalnya Tawur Agung Kesanga (Pengerupukan) dan Nyepi (tahun baru saka). Karena dipadukannya dua system tentu ada ketimpangan, dalam hal ini ketimpangan waktu berupa lebih dan kurang. Ketimpangan yang ada disolusikan dengan mengadakan pengerepeting sasih ( nampih sasih), maka ada tahun-tahun tertentu bersasih tiga belas tepatnya setiap tiga tahun sekali. Ini terjadi karena, selisih waktu Surya premana dengan Chandra premana per tahunnya adalah sepuluh hari, jadi dalam kurun waktu tiga tahun jumlah selisih itu jadi tiga puluh hari ( sebulan ). Yang lazimnya bulan ke tiga belas itu diadakan pada sasih Desta/Jiyestha atau Sada ( Saat –saat diberlakukannya perhitungan nampih sasih ada sasih Desta/Jiyestha diikuti sasih Mala Desta/Mala Jiyestha atau sasih Sada diikuti sasih Mala Sada). Sasih tambahan (sasih ketiga belas) itulah dinamakan Sasih Mala Desta/Mala Jiyestha atau Mala Sada.
Untuk memperhitungkan dalam tahun tertentu nampih sasih atau tidak, memakai perhitungan yang baku umumnya telah terjadi kesepakapan antara para ahli kalender (khususnya kalender Bali). Perhitungannya tahun saka dibagi 19, dan yang menentukan adalah sisanya : 0, 2, 4, 7, 10, 13, 15, dan 18. Maka pada tahun-tahun tersebutlah dilakukan pengerepeting sasih / nampih sasih. Contoh di tahun masehi 2016 saka 1938 terjadi nampih sasih maka ada sasih tambahan Mala Desta/Mala Jiyestha, tiga tahun kedepannya pada saka 1941 tentu nampih sasih lagi.
pada tulisan ini tertulis "Ini terjadi karena, selisih waktu Surya premana dengan Chandra premana per tahunnya adalah sepuluh hari, ...........pertanyaan nya apa 10 hari?atau berapa hari yg benar, sebab kalau 10 hari dalam setahun di kali dalam 6 tahun = 60 hari?Bagaimana?
BalasHapusYang benar memang selisih 10 hari, sehingga akan jadi 30 hari = 1 bulan setelah 3 tahun. jadi setelah 3 tahun akan digenapi dgn mnmbah satu bulan (bulan 13) yaitu di sasih jyestha, dan ditiga tahun berikutnya jatuh pada sasih sadha sehingga kalender Bali bertemu sasih malah jyestha dan mala sadha setiap 6 tahun sekali
Hapusya ,klu 3 th sepertinya benar, tetapi saya periksa th2022, ke belakang terjadi sasih mala sada, klu sekarang mala jyesta, itu kelihatan di kalender terjadi th 2016 ( bukan di th 2019) ,bagaimana itu?
BalasHapus